14 Juli 2009

Kelas Khusus Bagi yang Bekerja

PERUBAHAN non reguler menjadi reguler sore, sedikit banyak membuat mahasiswa bimbang, utamanya bagi mahasiswa NR yang bekerja. Sebab, nantinya, setelah berubah menjadi RS, jadwal perkuliahan NR yang biasanya pada malam hari, berubah menjadi pagi-siang-sore. Lalu bagaimana nasib mahasiswa yang kuliah sambil bekerja?

Saat itu pergantian jadwal ujian, hampir jam delapan malam. Di ujung ruang dua belas, beberapa mahasiswa telah banyak yang duduk menunggu waktu ujian di depan ruang itu. Ketika itu, saya menyebar Polling Seputar Isu Mahasiswa (Pisaw) pada 12 Juni lalu. Pisaw pun telah saya sebar ke beberapa mahasiswa yang duduk-duduk tadi. Saya juga duduk di dekat mereka, sembari menunggu polling itu diisi.

Tiba-tiba, sebelum saya sempat bertanya apa pun, seorang mahasiswa NR (setelah mengisi Pisaw) memulai pembicaraan. Namanya M Kadafi Amin, sehari-hari dia bekerja pada PT Sepatu Bata, menyatakan keberatan perihal perubahan NR menjadi RS. Keberatan dia didasarkan pada perubahan jadwal perkuliahan NR nanti. Sebab, mulai hari Senin hingga Jumat, dia mesti bekerja.

”Kalau tidak masuk kerja satu dua kali sih tidak apa-apa, tapi kalau sering susah juga,” ungkap dia. Dia lalu menambahkan, jika perkuliahan NR di FE, jadwalnya rutin dari Senin hingga Jumat. Beda ketika, jadwal perkuliahan hanya Sabtu dan Minggu saja—seperti yang ada di beberapa perguruan tinggi lain—diubah pun tidak menjadi soal.

Selain itu Kadafi juga mengeluhkan mengenai fasilitas yang diterima NR. Menurut dia, NR itu biasanya mendapatkan perlakuan khusus, dari segi fasilitas maupun layanan. Di sini itu tidak ada bahkan lebih buruk, ruangan perkuliahaannya sama sekali tidak ada AC-nya. Lalu dia memperbandingkan NR di FE dengan Mandala, ”Di Mandala itu, sebelum masuk kuliah, mahasiswa mendapatkan coffe break, di sini kan tidak. Di sana ruang untuk NR juga ber-AC”. Selain itu dia juga keberatan, seandainya NR disamakan dengan reguler. Sebab, dari segi pembiayaan, NR membayar semesteran jauh lebih mahal daripada reguler.

Yossy, Mahasiswi Akuntansi NR ‘06 menuturkan, sebelum kuliah dia telah bekerja di Pegadaian Negeri Jember terlebih dahulu. Pegadaian sendiri mengharuskan setiap karyawan yang ingin naik jabatan, salah satu syaratnya adalah melanjutkan kuliah. Inilah yang mendasari dia untuk melanjutkan kuliah di FE. Selain itu, Unej adalah universitas negeri, sehingga ketika dia mau naik jabatan, tidak perlu mengikuti tes lagi.

Saat pertama kali mendaftar kuliah, dia telah melampirkan keterangan bahwa telah bekerja. Berbekal itu, dia berharap mendapat kemudahan, semisal toleransi mengenai waktu, apabila terlambat masuk kuliah saat sore. Sebab, dia bekerja mulai jam 07.30-15.30. Adanya perubahan NR menjadi RS, menjadikan dia khawatir jika nanti waktu kuliah disamakan dengan reguler. Jika itu terjadi, dia pun mengaku akan kesulitan untuk mengatur waktu antara kuliah dengan bekerja. Nantinya jika begitu, pasti akan banyak mahasiswa yang telah bekerja berhenti kuliah atau pindah ke universitas lain.”Kalau begitu FE rugi juga kan?” tanya dia. Padahal selama ini program NR sudah memberi ruang bagi mahasiswa yang telah bekerja.

Pembagian Kelas
Kebijakan penggantian NR menjadi RS mulai diterapkan semester depan. M Saleh, Dekan FE mengatakan, jika nantinya seluruh mahasiswa RS memang betul-betul murni tidak bekerja, maka semua mahasiswa akan masuk pagi. Permasalahan yang muncul di FE, ada mahasiswa yang bekerja, sehingga tidak bisa kuliah pagi. ”Kedepan jika ruangan cukup, tidak ada kuliah sore kecuali mahasiswa yang bekerja,” jelas dia. Lalu dia menambahkan, bagi mahasiswa NR yang bekerja akan disediakan kelas khusus.

Penyediaan kelas khusus ini, ternyata belum bisa membuat mahasiswa NR yang bekerja menjadi lega. Seperti yang dikeluhkan Yunita Indah, Mahasiswa Jurusan Akutansi ’07. Menurut dia, kuliah selain mencari ilmu, juga butuh kebersamaan. Mahasiswa yang bekerja di Indosat ini, mengatakan jika ada pembagian semacam itu, menjadikan kuliah tidak begitu nyaman. Sebab, teman satu kelas dia yang bekerja hanya tiga orang saja. ”Duh gak enak. Bikin males kuliah,” keluh dia.

Senada dengan itu, Lili Kartika, mahasiswa NR sekaligus ibu rumah tangga, menyatakan kebingungan dengan kelas khusus ini. Biasanya saat pagi dia mengurus anak, juga kebutuhan rumah tangga lain. Ketika dia ingin kuliah bersama mahasiswa yang bekerja juga tidak enak, sebab temannya yang bekerja juga sedikit, hanya tujuh orang saja.

”Jika yang kerja disendirikan, jelas memberatkan yang kerja, karena akan kesulitan akses informasi,” kata Yulianta Rahman, mahasiswa NR yang kerja di Telkomsel. Dia lantas menjelaskan, bahwa biaya SPP untuk mahasiswa NR dua kali lipatnya mahasiswa reguler. Dengan konsep RS yang nyaris serupa dengan reguler, dia pun setuju, asalkan bayar SPP disamakan juga dengan reguler.

Namun terkait keterangan dari brosur UM Unej tahun 2009/2010 yang tetap membuka peluang untuk mereka yang bekerja bisa melanjutkan kuliah di RS dengan syarat ada surat ijin belajar dari instansi tempat mereka bekerja, kami belum sempat menanyakan lagi pada Dekan FE karena berita ini sudah harus diterbitkan terlebih dahulu. [Fitria Ardiansyah] Buldokc No. 42 I Juni 2009

0 komentar: