30 Desember 2009

Himares laksanakan pemilu

Setelah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) menyelenggarakan pemilu raya untuk memilih ketua BEM Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Jember, 22 Desember 2009 kemarin Himpunan Mahasiswa Reguler sore (Himares) menyadakan pemilihan untuk menentukan ketua Himares periode 2009-2010. pemilu ini biadakan di gedung Poma lt. I FE Unej, acara ini sejatinya akan dimulai pada pukul 15.00 wib namun baru bisa berjalan satu jam kemudian hingga pukul 22.00 wib. Kandidat calon ketua Himares yaitu Dienni Ruhyantini Sholihah, Maya Rosyita K, S, Tamio Soberano dan Chandra Setiawan. Pemilihan ini diadakan setelah diadakan debat antar calon sehari sebelumnya di ruang multi media FE Unej.
Dari hasil penghitungan suara terpilih Chandra Setiawan dengan perolehan suara sebanyak 67 suara disusul oleh Tamio dengan 25 suara, Maya 24 suara, dienni 12 suara dan tidak sah sebanyak 2 suara. Dalam pemilu ini hanya sebanyak 130 dari 1168 mahasiswa reguler sore yang menggunakan hak pilihnya.
Secara umum pemilihan ini berlangsung lancar, namun ada kendala yang terjadi terkait mahasiswa transfer yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Menurut ketua umum Himares Hosnol Hotima, hal ini disebabkan data mahasiswa yang diterima dari daftar pemilih BEM tidak menjelaskan pemilih daftar pemilih yang murni mahaiswa tranfer. Ketika dikonfirmasi mengenai hak pilih bagi mahasiswa transfer tersebut ketua panitia pemilihan umum Prasetyo Nugroho mengatakan mahasiswa transfer tersebut hak pilihnya tidak ada. Hosnol mengatakan persiapan pemilihan ini memakan waktu sekitar dua minggu dan panitia telah menggunakan waktu tersebut dengan seefektif mungkin.
Mengenai dana yang digunakan untuk membiayai pemilihan ini, Prasetyo mengatakan dananya berasal dari kas Himares. Panitia tidak mengajukan permohonan dana pada fakultas untuk mengantisipasi molornya pemilu ini. [Retty F Frita K Z]

baca lanjutan..

Seminar JAFA Demi Perbaikan

Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi (HMJ-A) Fakultas Ekonomi (FE) Unej mengadakan sebuah seminar bertajuk “Peranan Akuntansi Sektor Publik Dalam Mewujudkan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah Yang Bersih dan Berwibawa: Tantangan dan Peluang”, pada tanggal 12 Desember 2009 di gedung soetardjo, dengan tiket masuk sebesar 30.000 rupiah bagi mahasiswa Universitas Jember dan 50.000 rupiah bagi umum. Seminar ini merupakan salah satu dari serangkaian kegiatan HMJ-A terkait dengan event JAFA 2009, setelah sebelumnya diadakan event Accounting Olympiad berupa lomba bagi pelajar SMA dan sederajat se Jawa Bali dan Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) yang diikuti SMA sederajat di Jember. Berbeda dengan tahun kemarin nama Accounting Fair (AF) diubah menjadi JAFA (Jember Accounting Fair), menurut ketua panitia JAFA Elok Sukmawati, HMJ-A mengambil nama JAFA dikarenakan event ini merupakan event besar yang diadakan oleh HMJ-A selama ini.
Seminar ini diwajibkan oleh panitia untuk mahasiswa jurusan akuntansi FE, tujuan dari diwajibkannya seminar ini ontuk mahasiswa akuntansi adalah untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa. Elok menyayangkan mahasiswa FE yang tidak mau memanfaatkan kesempatan untuk mengikuti acara yang benar–benar dapat meningkatkan wawasan dan kemampuan mahasiswa secara umum. Berlawanan dengan yang diungkapkan oleh Bagus Yudha, mahasiswa Akuntansi 08, “meskipun wajib, tapi acara tersebut tergolong mahal bagi mahasiswa seperti saya”, ungkapnya.
Seminar yang bertema tentang perbaikan kualitas akuntabilitas keuangan daerah ditujukan tidak hanya untuk mahasiswa Unej, tetapi juga ditujukan kepada pihak umum, sesuai tujuan yang diungkapkan oleh Elok, bahwa seminar ini bertujuan untuk mahasiswa khususnya, dan masyarakat yang mencakupi terkait materi seminar, pada umumnya. Pada seminar ini dihadirkan pemateri–pemateri yang berkompeten dengan materi yang diangkat, diantaranya, Tri Juwono, dari perwakilan IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), Zindarkan Marbun, perwakilan dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan Yusron Sumartono dan Hananta, perwakilan dari BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Seminar yang dipandu oleh Hendrawan, salah satu dosen FE, tersebut berjalan dengan cukup lancar, dari sesi pemaparan materi oleh pemateri, sesi pertanyaan, sampai sesi jawab. Terbukti dengan peran mahasiswa yang aktif dalam menyampaikan pendapat dan pertanyaan selama berlangsungnya acara tersebut. Namun, terkait dengan pelaksanaan acara seminar tersebut, terdapat beberapa komentar mahasiswa yang merasakan kekurangan, seperti yang diungkapkan oleh Septa Kurnia, mahasiswa Akuntansi 08, yang menyesalkan penyampaian materi yang tidak sesuai dengan slide yang diberikan. Hal ini didukung oleh M. Yayang Tirta, Akuntansi 08 “saya rasa pelayanan dan kenyamanannya kurang”. Hal ini memang dirasakan oleh beberapa peserta seminar,terkait dengan posisi sound system yang terlalu dekat dengan tempat duduk peserta, sehingga peserta seminar tidak dapat berkonsentrasi mendengarkan keterangan pemateri.
Acara tersebut berlangsung selama 4 jam, yaitu dari pukul 08.00 hingga pukul 12.00 WIB, dan ditutup dengan pembagian doorprize bagi para peserta seminar, serta pembagian sertifikat dan makan siang saat peserta seminar keluar ruangan. [Maznifar A.]

baca lanjutan..

15 Desember 2009

FE Gagal Sabet Juara di LPSAF

Paduan Suara Mahasiswa Fakultas Ekonomi (PSM FE) gagal sabet juara di kegiatan tahunan Lomba Paduan Suara Antar Fakultas (LPSAF) Mahasiswa Angkatan 2009, 10 Desember kemarin di gedung Sutarjo. Saat pengumuman pemenang diumumkan seusai lomba, nama FE tidak masuk dalam enam besar pemenang. Air mata anggota LPSAF FE dan pengurus PSM FE pun tak terbendung menerima kekalahan. Peringkat tiga besar dalam lomba paduan suara tahunan ini diraih oleh Fakultas Kedokteran, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan Fakultas Kedokteran Gigi.
Menurut Devita Indah, pengurus PSM FE, persiapan untuk LPSAF 2009 sudah maksimal. Latihan selama dua bulan, setiap hari sampai malam. “Mungkin kurang beruntung,” katanya sedih. Ia juga mengakui penampilan fakultas lain yang tak kalah bagus dengan FE. Ia menambahkan, kekalahan ini bisa dijadikan pelajaran untuk LPSAF tahun depan.
Dalam LPSAF tersebut, penilaian dilakukan oleh tiga juri. Drs. A. Lilik Slamet Raharsono, Drs. Albertus Djoko Lesmono, dan Drs. Saiful Bahri. Penilaian lomba meliputi materi, teknik, penampilan, dan pembawaan. Arifal Huda, ketua panitia LPSAF 2009 menambahkan keputusan juri bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat.
LPSAF 2009 ini sedikit berbeda dengan tahun sebelumnya. Bila tahun sebelumnya peserta hanya membawakan dua lagu wajib, kini peserta juga harus membawakan satu lagu hiburan ditambah dua lagu wajib. “ Tema lagu hiburannya bebas, asal ada partitur,” jelas Arifal yang juga mahasiswa D3 Akuntansi FE Unej.
LPSAF yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Dies Natalis UNEJ XLV ini diikuti oleh seluruh fakultas di Unej. Dari lima belas peserta, FE mendapat urutan ke delapan untuk perform. Dalam performancenya PSM FE membawakan dua lagu wajib, Hymne dan Mars Unej serta satu lagu hiburan Kopral Jono.
PSM FE yang digawangi Eva Nur Amalia selaku dirijen dan empat puluh maba FE tampil dengan tema kostum yang disesuaikan dengan lagu hiburan. Kain karpet biru berbentuk bunga ditempel di dada sebelah kanan. Ditambah kain emas dan glitter menghiasi bunga. Saat menyanyikan Kopral Jono, PSM FE menambahkan gerakan tarian. Berbeda saat menyanyikan dua lagu wajib yang hanya diam tanpa gerakan.
Menurut Arifal acara ini dihadiri sekitar 150 undangan, terdiri dari pihak rektorat, dekanat, pelatih, koordinator PSM fakultas dan undangan bebas. Terlihat juga PD III FE Unej, Fathorazzi dan Kepala Sub Bagian Kemahasiswaan FE Unej menghadiri acara LPSAF tersebut. [amalia amanda]

baca lanjutan..

01 Desember 2009

Open rekruitment dengan pengenalan alam

Salah satu unit kegiatan mahasiswa pecinta alam FE mahapena tengah mengadakan pendidikan dan pelatihan dasar (Diklatsar). Tujuan utama Diklatsar ini adalah proses pengaderan dalam UKM MAHAPENA, rangkaian acara ini secara resmi dibuka pada 29 September dan akan diakhiri pada 6 Desember dan ditandai dengan pemberian scraft kepada anggota sebagai simbol perubahan status dari calon anggota menjadi anggota tetap dan memiliki Nomor Induk Anggota.
Diklatsar ini merupakan serangkaian acara yang diawali dengan happy camp yang bertujuan unuk pengenalan alam pada para peserta. Happy camp yang dilaksanakan pada tanggal 7 dan 8 November ini diselenggarakan di Gunung Ijen dengan jumlah peserta 15 orang. Agenda selanjutnya adalah Latihan Bareng yang dilaksanakan pada 15 November di bantaran Sungai Bedadung dan diikuti sejumlah 10 peserta. Runtutan selanjutnya adalah Diklat Ruang yang diagendakan pada 19 hingga 22 November, kegiatan ini dilakukan di lingkungan Fakultas Ekonomi yang dihadiri 20 peserta. Diklat Ruang dilaksanakan dengan tujuan mempersiapkan peserta mengenai teori yang akan diaplikasikan pada agenda terakhir yaitu Diklat Lapang. Diklat Lapang rencananya akan diselenggarakan pada tanggal 4 hingga 6 Desember, kegiatan ini akan diadakan di kawasan lereng Penggunungan Argopuro.

Perbedaan Diklatsar tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya ialah mengenai biaya. ”Jika tahun kemarin peserta tidak dipungut biaya namun kali ini dipungut biaya untuk membuat kenang-kenangan berupa kaos” ujar Dwi Siswanto selaku Ketua Pelaksana. Mahasiswa jurusan IE 07 ini juga menyampaikan beberapa kendala teknis yang dihadapi, antara lain tentang perizinan kegiatan, debit Air yang terbatas sewaktu diselenggarakan latihan bareng, ruang untuk Diklat Ruang yang tidak kondusif serta beberapa hal lain. Ketika ditanya tentang jumlah peserta yang tidak stabil (bertambah-berkurang.red) pria asli Surabaya ini mengatakan ” sebagian mahasiswa kalau akhir pekan pulang jadi ga bisa ikut, ada juga yang izin karena ada kesibukan lain”. [musa ali]

baca lanjutan..

15 November 2009

LPME Ecpose Kembali Menggelar Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada 31 Oktober dan 1 November 2009 LPME Ecpose melakukan kegiatan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD) di Ruang Multimedia Fakultas Ekonomi Universitas Jember. Acara tahunan yang biasanya hanya untuk anggota magang LMPE Ecpose kini dibuka untuk seluruh mahasiswa Fakultas Ekonomi. Acara ini berlangsung mulai jam 08.00 wib hingga jam 17.30 diikuti 41 peserta.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberi wawasan kepada mahasiswa tentang dunia kejurnalistikan, serta pembekalan dasar-dasar ilmu kejurnalistikan untuk anggota magang LPME Ecpose. Menurut salah seorang peserta PJTD, Dewi Pitaloka, beranggapan bahwa kegiatan ini merupakan acara yang menarik karena mampu memberi wawasan baru tentang dunia kejurnalistikan ditambah para pemateri yang didatangkan dari beberapa media massa terkemuka di jember untuk berbagi ilmu.

Acara yang berlangsung 2 hari ini berbeda dengan PJTD tahun sebelumnya yang dilaksanakan selama 3 hari, hal tersebut dikarenakan pelatihan ini diselenggarakan diawal alur magang anggota ECPOSE. Dengan menggunakan konsep 2 hari kegiatan, peserta dituntut untuk melakukan kegiatan dasar jurnalistik yakni reportase dan menuangkan hasil reportasenya dalam sebuah tulisan.
Acara tahunan yang diselenggarakan LPME ECPOSE berlangsung lancar meskipun ada beberapa kendala teknis seperti keterlambatan dan perubahan pemateri. Menurut ketua panitia, Sofyan Arsha, secara keseluruhan PJTD 2009 berjalan dengan lancar, karena seluruh materi telah disampaikan dengan baik oleh para pemateri yang berkompeten di bidangnya. [Musa Ali]

baca lanjutan..

Happy Camp Menarik Simpati Calon Anggota

Salah satu UKM pecinta alam Fakultas Ekonomi, Mahapena mengadakan kegiatan Happy Camp pada Sabtu, 7 November 2009 hingga Minggu, 8 November 2009. Menurut Anang Subagyo mahasiswa Jurusan Manajemen 2008 selaku koordinator pelaksana kegiatan, Happy Camp ini diadakan untuk menarik simpati para mahasiswa, khususnya mahasiswa baru, serta sebagai sarana promosi UKM Mahapena itu sendiri.
Seperti tahun sebelumnya, kegiatan Happy Camp ini berlokasi di lokasi perkemahan Paltidung di Kawah Ijen. Pemilihan lokasi ini bertujuan untuk mengenalakan alam bebas kepada para peserta. Karena pada dasarnya Mahapena sebagai organisasi pencinta alam, kegiatannya selalu berkaitan dengan alam bebas.

Pada hari pertama peserta diadakan outbond untuk saling mengenal dan menjalin kekompakan masing-masing peserta. Kegiatan outbond yang diberikan oleh Akbar Dewantara, Ibnu Aburiza, dan Ari Nata K, selaku anggota Mahapena cukup menarik antusias para peserta. Pada hari kedua, peserta diajak untuk melhat sunrise dengan naik ke puncak. Sampainya di puncak, para peserta diberi materi fotografi yang disampaikan oleh Dwi Siswanto, yang juga merupakan ketua panita reqruitment anggota baru Mahapena.
Kegiatan ini diikuti oleh 25 peserta bukan anggota Mahapena yang terdiri dari berbagai angkatan. Jumlah peserta ini tidak sesuai target awal yang berjumlah 30 peaerta. Hal ini dikarenakan kegiatan ini diadakan bersamaan dengan kegiatan P2 Maba yang diadakan oleh pihak HMJ Manajemen. Sehingga ada peserta yang mengundurkan diri. Tetapi secara keseluruhan, menurut Anang Subagio kegiatan ini dapat dikatakan sukses dan sesuai yang direncanakan. [Natalia Anindya]

baca lanjutan..

14 November 2009

Independent Day Cup

UKM Sport Basket Fakultas Ekonomi bekerjasama dengan LA light menyelenggarakan pertandingan basket untuk umum. Kegiatan ini berlangsung selama 6 hari, dimulai pada Kamis, 5 November 2009 hingga Rabu, 11 November 2009.
“Semula kegiatan ini akan diadakan pada bulan Agustus dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Tetapi karena ada masalah pada sponsor utama, maka IDC baru dapat dilaksanakan pada bulan November.” Jelas Dimas Triyulianto, mahasiswa jurusan Manjemen 2008 selaku ketua panitia. Walaupun demikian, kegiatan ini dapat dikatakan berhasil. Salah satu indikasinya terlihat dari jumlah peserta yang pada awalnya ditargetkan 24 tim, ternyata yang mendaftar ada 25 tim. 25 tim tersebut terdiri dari 16 tim puta dan 9 tim putri.

Dari 25 peserta yang mendafatar, diperoleh 3 pemenang untuk tim putri dan 3 pemenang dari tim putra. Pada tim putri juara pertama diperoleh tim Semelekete yang merupakan senior tim basket putri Universitas Jember, juara kedua diraih oleh Dunk dari tim basket putri fakultas ekonomi, dan juara ketiga diraih oleh Little Sheep dari tim basket putri SMAK Santo Paulus Jember.
Untuk tim putra, juara pertama direbut oleh Milko yang merupakan alumni tim basket putra Garuda. Sedangkan juara kedua diperoleh Dogado yang beranggotakan alumni tim basket putra SMAK Santo Paulus. Dan yang terakhir, juara ketiga diraih oleh Pegasu, tim dari Ambulu.
Pada saat final IDC, pensi juga digelar untuk menghibur untuk menghibur penonton berupa dance oleh Alfabet Dancer, DJ performance oleh DDR, dan musik oleh Endlees Dancer. Pensi ini juga bertujuan sebagai pertanggung jawaban kepada pihak LA light sebagai sponsor utama.
”Semoga kegiatan IDC ini akan ada setiap tahunnya.” harap Gerry Taniartha, salah satu peserta dari Tim Dogado.[Natalia Anindya]

baca lanjutan..

04 November 2009

FE Coba Tingkatkan Kualitas Mahasiswa

UTS (Ujian Tengah Semester) kali ini sedikit berbeda dari ujian-ujian sebelumnya. Pasalnya Fakultas Ekonomi (FE) menetapkan sanksi baru bagi mahasiswa yang melakukan kecurangan dalam ujian atau pemalsuan dokumen. Sanksi tersebut berupa hangus atau tidak lulusnya seluruh mata kuliah yang sedang ditempuh. Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam buku pedoman akademik 2009/2010. Menurut Imam Suroso PD I FE Unej, selain alasan menerapkan peraturan yang ada dalam buku pedoman, pemberian sanksi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas lulusan FE Unej.
Mekanisme dari pemberian sanksi itu pun terbilang rumit. “Ketika mahasiswa tertangkap basah melakukan kecurangan, mahasiswa tersebut beserta bukti fisik seperti kerpekan akan dibawa ke jurusan. Setelah itu dibawa ke akademik, ke dekanat, dan terakhir ke TI pusat.” Jelas Imam. Pengawas memegang peran penting dalam pemberian sanksi ini. Menurut Imam sebelum melaksanakan ujian telah diadakan rapat pengawas yang membahas siapa saja yang menjadi pengawas dan pemberian sanksi yang baru. “Pengawas terdiri dari satu dosen mata kuliah yang diujikan dan satu pengawas dari bagian administrasi.”ujar Imam. Menurutnya hal ini bertujuan agar mahasiswa menjadi takut untuk melakukan kecurangan jika dijaga oleh dosen yang bersangkutan. Namun, kenyataannya pengawas hanya terdiri dari bagian adminstrasi. Jarang dosen pengampu mata kuliah tersebut juga ikut mengawasi. “Kelas saya pernah pas UTS kemaren hanya dijaga oleh bagian administrasi saja” ujar Riske Arifta mahasiswa akuntansi reguler 2008

Menurut salah satu mahasiswa FE yang namanya tidak mau disebutkan, pemberian sanksi tersebut masih belum dilaksanakan secara optimal. “Pengawasnya sendiri belum maksimal dalam menjaga ujian. Saya dan teman-teman juga masih sering melakukan kecurangan.” ujarnya. Senada dengan mahasiswa tersebut, Imam Suroso juga mengakui peraturan ini masih kurang efektif dan optimal. Masih ada dosen dan pengawas yang belum disiplin dalam menjaga ujian. “ Setiap ujian saya keliling memantau pengawas. Kadang-kadang ada pengawas yang keluar kelas tidak menjaga ujian. Nah kalau seperti itu langsung saya tegur untuk kembali ke kelas.” Jelasnya. Imam menambahkan untuk saat ini pelaksanaan peraturan tersebut memang belum efektif, mengingat ini baru kali pertama diterapkan. Namun pihak fakultas telah berupaya untuk meminimalkan kecurangan agar lulusan FE tidak hanya pintar tetapi juga santun dan disiplin.
Lain lagi dengan Nur Silvana mahasiswa manajemen 2008, menurutnya peraturan ini sudah efektif. Meskipun pengawasnya kurang disiplin, ia tetap takut untuk melakukan kecurangan. “Setelah ada sanksi baru itu, saya gak berani curang lagi” Ungkapnya. [Amalia Amanda R.]

baca lanjutan..

21 Oktober 2009

Unej Kukuhkan Tiga Guru Besar

Rabu (14/10) lalu merupakan hari yang bersejarah bagi tiga dosen Universitas Jember. Bagaimana tidak, pada hari itu, Prof Dr H Mohammad Saleh, SE, M.Sc, Bustami Rahman, Prof Dr Ir Sri Hartatik, MS dinobatkan sebagai guru besar. Bertempat di gedung Soetardjo, dimulai pukul 09.00 pagi, prosesi pengukuhan tiga guru besar dalam agenda besar rapat senat universitas dihelat.
Salah seorang yang dilantik ialah dekan fakultas ekonomi Prof Dr H Mohammad Saleh, SE, M.Sc dengan judul pidato ilmiah Kualitas Sumber Daya Manusia. Dua guru besar lain Bustami Rahman dari fakultas ilmu sosial dan politik, yang sekaligus merangkap jabatan sebagai Rektor Universitas Bangka Belitung dengan judul pidato ilmiah Menegakkan Peradaban Bangsa dan Prof Dr Ir Sri Hartatik, MS dari fakultas pertanian dengan judul pidato ilmiah Peranan Pemuliaan Tanaman Dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Dan Ketahanan Pangan Masa Depan.

Jika merunut SK Mendiknas Bambang Soedibyo, ketiga guru besar tersebut diangkat pada tanggal yang berbeda. M Saleh diangkat sejak 1 april 2008 lalu. Sedang Sri Hartatik 1 Mei 2009. Harapan M Saleh sebagai guru besar juga dekan fakultas ekonomi ke depannya ialah supaya mahasiswa fakultas ekonomi menjadi anak bangsa yang handal yang siap bersaing di tingkat internasional. ”Di ekonomi nanti harus ada kelas internasional semester depan,” ujarnya di sela-sela penghujung acara.
Prosesi pengukuhan ketiga guru besar ini berjalan tanpa kendala yang berarti. Dengan dimulai pembacaan susunan acara, iringan rektor dan jajarannya beserta senat universitas memasuki ruangan, lalu dilanjut pembacaan SK mentri pendidikan. Yang terlebih dahulu rektor Tarticius Sutikto memberikan sambutan dan membuka acara. Selanjutnya, masing-masing guru besar memaparkan pidato ilmiahnya. Dan sebelum penutupan ritual penyematan simbolik dilakukan oleh rektor Unej kepada ketiga guru besar baru. Setelah rapat senat dalam rangka pengukuhan guru besar ditutup, semua peserta memberikan ucapan selamat kepada guru besar yang baru. Sedikit yang menjadi kekurangan dalam acara ini ialah ada beberapa kursi yang disiapkan untuk undangan masih belum terisi hingga acara ditutup. (Totok Handoko)

baca lanjutan..

20 Oktober 2009

Koordinasi Dekanat dengan UKM dan Ormawa

Jumat (16/10) lalu, dekan FE M. Saleh, Ririn Irmadariyani pembantu dekan II dan M. Fathorrozi pembantu dekan III mengadakan koordinasi dengan ormawa dan unit kegiatan mahasiswa (UKM) Fakultas Ekonomi. Dalam acara tersebut, pihak dekanat menyosialisasikan dan mendiskusikan beberapa beberapa hal dengan beberapa perwakilan dari ormawa dan UKM tersebut. Beberapa hal yang dibahas antara lain, masalah keamanan ruang sekretariat masing-masing ormawa dan UKM, behavior atau perilaku mahasiswa, masalah pendanaan di FE dan rencana pembangunan fisik yang tengah diselesaikan dan yang akan dibangun di FE.
Pertemuan yang berlangsung di ruang rapat dekanat FE berlangsung lancar dengan dihadiri sekitar 22 orang perwakilan dari UKM.Pembahasan pertama disampaikan oleh M. Saleh mengenai keamanan di FE yang sangat rawan dan beberapa laporan kehilangan di beberapa sekretariat. Beberapa perwakilan UKM pun ada yang mengeluhkan bahwa tenaga keamanan FE yang tidak berpatroli saat malam sehingga tidak meminimalisasi tindakan pencurian pada malam hari. Menanggapi hal itu, pihak dekanat menawarkan beberapa opsi, pertama, sesuai dengan kebijakan universitas, keamanan menjadi tanggung jawab universitas dan semua kegiatan di kampus berhenti pada jam 22.00 wib. Kedua, keamanan menjadi tanggung jawab fakultas dan kegiatan kampus bisa hingga 24 jam. Setelah dimusyawarahkan dengan perwakilan mahasiswa tersebut, ahkirnya disepakati bahwa keamanan akan diserahkan pada fakultas mengingat kegiatan UKM dan ormawa bisa sampai dini hari. Selain itu, setiap terjadi pencurian akan dilaporkan pada pihak berwajib.

Selain keamanan, M. saleh dan Fathorrozi juga menekankan perlunya perilaku mahasiswa yang didasari moral dan sopan santun. Pada saat itu, M. Saleh menunjukkan botol miras yang ditemukan di sekitar kampus FE. Diyakini bahwa botol itu milik salah satu mahasiswa FE. Selain M. Saleh, M. Fathorrozi juga mengatakan bahwa pergaulan mahasiswa diluar norma-norma yang berlaku tidak pantas dilakukan. Dalam kesempatan itu pula, M. Fathorrozi berpesan, “sebagai pengurus UKM dan ormawa, jangan lebih berani untuk tidak disiplin daripada mahasiswa lain. Karena, terus terang, kalian adalah panutan bagi mahasiswa lain”.
Kemudian mengenai rencana pembangunan fisik di FE, M. saleh mengatakan bahwa selain lapangan badminton, akan dibangun gazebo dan hotspot area. “Agar kalian (UKM) dapat memanfaatkan gazebo tersebut untuk rapat selain ruang kelas” tambah M. Saleh. Sedangkan mengenai rencana pembangunan hotspot area, Fathorrozi menambahkan agar mahasiswa bisa lebih mudah mengakses internet yang bermanfaat.
Selanjutnya, Ririn Irmadariyani pembantu dekan II membahas mengenai pendanaan untuk UKM dan ormawa di FE. Dalam kesempatan itu, Ririn meminta agar UKM mengajukan dana dengan jumlah yang realistis (tak ada mark up.red) dan saat mengajukan dana atau peminjaman peralatan dan ruang tidak secara mendadak. Ririn juga meminta agar mahasiswa memberi rencana pengeluaran tiap periode agar fakultas dapat menyesuaikan anggaran untuk mahasiswa. (Retty F Frita K Z)

baca lanjutan..

46 mahasiswa non-aktif, Unej tak berikan keringanan untuk mahasiswa berprestasi

Universitas jember (Unej) kembali menonaktifkan beberapa mahasiswanya terkait masalah SPP yang terlambat dibayar. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bambang Winarno selaku Biro I unej, tertanggal 16 Oktober 2009, total mahasiswa yang statusnya non aktif semester ini sebanyak 46 mahasiswa dari 171 mahasiswa yang mengajukan penundaan pembayaran SPP.
Mahasiswa Fakultas Ekonomi (FE) pun tak luput dari “korban” penonaktifan tersebut. Sebanyak 12 mahasiswa dinonaktikan kegiatan akademisnya sejak Rabu (13/10) lalu. Pembayaran penundaan SPP yang jatuh tempo sehari sebelumnya (12/10) tak mampu mereka lunasi. Pemberitahuan mengenai batas akhir pembayaran bagi mahasiswa yang mengajukan penundaan SPP telah dilakukan oleh pihak fakultas melalui pengumuman yang disebar di papan informasi. Sebelumnya, sejumlah 35 mahasiswa FE yang terdiri dari 27 mahasiswa S1 dan 8 mahasiswa D3 mendapat peringatan melalui surat pemberitahuan sejak dua minggu (28/9) sebelum jatuh tempo pembayaran.

Ketika dikonfirmasi tentang status non–aktif mahasiswa, yang dalam hal ini melakukan penundaan SPP, Bambang Winarno menegaskan bahwa penonaktifan ini adalah masalah administratif. Sejauh ini masih belum ada mekanisme yang mengatur tentang keringanan bagi mahasiswa yang kurang mampu ekonomi maupun yang berprestasi secara akademik maupun non-akademik yang terlambat melunasi pembayaran penundaan SPP. ”Pembayaran ini sudah menjadi kewajiban bagi mahasiswa, dan telah diberi batas waktu sebelumnya, tanpa terkecuali” ujar Bambang ketika ditemui di ruang kerjanya. Namun, bagi mahasiswa asal Sumatra Barat, khususnya yang mengalami musibah gempa akan mendapat keringanan. Bentuk keringan ini berupa perpanjangan waktu pembayaran. Namun, pihak Biro I sendiri masih belum menerima laporan dari masing – masing fakultas tentang jumlah mahasiswa yang menjadi korban Sumatra Barat yang juga melakukan keterlambatan dalam pembayaran penundaan SPP. (Edho Cahya K)

baca lanjutan..

15 Oktober 2009

Pelatihan PKM tingkatkan partisipasi mahasiswa dalam ajang kreativitas


FAKULTAS EKONOMI (FE) bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) menggelar Pelatihan Program Kreatifitas Mahasiswa (PPKM) pada 14/09/09. Menurut ketua panitia pelatihan PKM, R. Ita Prabandari mahasiswi IESP ’07, PPKM bertujuan agar mahasiswa lebih aktif dalam kegiatan PKM. Selain itu, alasan diselenggarakannya PPKM mengingat pada tahun 2008 proposal PKM yang diajukan FE hanya 12 proposal. “Tahun kemarin (2008, Red) hanya ada 12 proposal PKM yang diajukan, ” jelas pembantu dekan III M. Fathorrozi

Konsep acara PPKM serupa dengan seminar. Setiap materi disampaikan oleh pemateri masing-masing dengan alokasi waktu yang ditentukan. Setelah selesai penyampaian materi, para peserta pelatihan diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Konsep ini merupakan inisiatif FE. Menurut M. Fathorrozi, konsep acara ini sudah didesain sedemikian rupa. “Dengan menunjuk dosen-dosen FE yang berkompeten di materi-materi yang akan disuguhkan kepada peserta PPKM,” imbuhnya. Dalam pelatihan ini, pemateri pertama yaitu, Dr M Fathorrozi, M.Si menyampaikan materi mengenai motivasi agar mahasiswa lebih termotivasi untuk mengajukan proposal PKM. Selanjutnya, Dr Imam Suroso, M.Si menyampaikan materi mengenai penulisan ilmiah, Hadi Paramu, SE, MBA, Ph.D menyampaikan materi mengenai Kewirausahaan, Taufik Kurrohman, SE menyampaikan materi mengenai pengabdian masyarakat. Drs H Sonny Sumarsono, MM menyampaikan materi teknologi terapan, Lilis Yuliati, SE, M.Si menyampaikan materi cara menyusun karya ilmiah.

Pelatihan di Gedung Multimedia yang memiliki kapasitas maksimal 250 mahasiswa ini, mengundang antusias mahasiswa. Sejumlah 189 mahasiswa menghadiri pelatihan yang baru pertama kali digelar di FE untuk menambah pengetahuan. Salah satu peserta PPKM, Devita Indah mahasiswi S1 akuntansi 2008 mengatakan, ”Saya mengikuti PPKM untuk menambah pengetahuan dan keterampilan.”

Selain itu, pelaksanaan PPKM memliki dampak positif terhadap jumlah mahasiswa yang mengajukan proposal. jumlah mahasiswa yang mengajukan proposal meningkat dari tahun 2008. ”Hingga 2/10/09 jumlah proposal yang diajukan ke FE sudah mencapai 13 proposal,” tutur M.Fathorrozi. Padahal, tambahnya, batas terakhir pengajuan proposal PKM ke FE tanggal 23/10/09 sedangkan waktu pengajuan proposal ke rektorat berakhir tanggal 24/10/09. [Firdaus Yasin]

baca lanjutan..

09 Oktober 2009

Hemat Listrik Bantu Hemat Uang Negara

Gunakan seperlunya dan matikan yang tidak penting. Himbuan tersebut disampaikan oleh Ir Moch Sulistyo General Manajer PT PLN (Perseso) distribusi Jawa Timur dalam kuliah umum dengan tema Manajemen Kelistrikan di Jawa Timur yang dilaksanakan di lantai III, gedung rektorat Universitas Jember (6/10).

Himbuan disampaikan guna menanggapi persoalan yang selama ini dihimpit PLN. Hal ini terkait kerugaian yang dianggung PLN. Kenapa PLN yang menajadi kebutuhan masyarakat, bisa merugi? Pada dasarnya tarif listrik di tentukan oleh pemerintah melalui TDL (tarif dasar listrik) untuk masyarakat. Namun kenyataanya biaya produksi PLN lebih tinggi dari pada TDL yang ditentukan pemerintah. ”Dalam perspektif ekonomi, jika income lebih rendah daripada biaya produksi, hal ini akan menyebabkan kerugian,” terang Sulistyo.

Selama ini yang biaya yang digunakan untuk menutup kerugian didapat PLN dari subsidi pemerintah, angka subsidi ini tergolong tinggi. Tujuan pemberian subsidi ialah untuk menjaga ketersediaan listrik bagi industri komersial dan publik, menjamin terlaksananya investasi dan rehabilitasi pembangkit non BBM. Selain itu, untuk menghindari kenaikan TDL yang tinggi akibat melonjaknya harga BBM.

Menurut grafik yang dipaparkan Sulistyo, pemakaian listrik cenderung meningkat diatas pukul 18.00 WIB dan mulai menurun pada jam produktif. Hal ini disebabkan karena pemakaian listrik di Indonesia lebih banyak dialokasikan untuk kebutuhan konsumtif. Oleh sebab itu, PLN menghimbau untuk menggunakan listrik seperlunya pada jam tertentu.
”Gunakan seperlunya dan matikan yang tidak penting,” kata Sulistyo. Dengan itu masyarakat turut membantu penghematan pengeluaran negara untuk subsidi PLN.

Disamping itu PLN terus mencari bahan baku pengganti lain, misalnya tenaga air, gas, diesel, uap, panas bumi dan geotermal. Serta menciptakan beberapa penemuan baru yang mendukung aktivitas PLN. Berbagai upaya itu dilakukan agar PLN bisa melakukan efisiansi harga, agar negara bisa mengurangi alokasi anggaran untuk subsidi.

Kegiatan di Unej ini adalah salah satu dari serangkaian tour kegiatan serupa dibeberapa universitas yang dilakukan PLN. Tujuannya untuk sharing kepuasan pelanggan dan mencari masukan-masukan agar kerja PLN lebih efisien dan efektif. [Lila Larasati]

baca lanjutan..

04 Oktober 2009

Gerbang Ditutup, Mahasiswa Jalan Lebih Jauh


Lima hari jam kerja yang diterapkan Unej, secara ideal, mengharuskan seluruh sivitas akademik untuk menyelenggarakan kegiatan akademis selama waktu yang ditetapkan. Dengan kata lain, segala aktivitas harus sudah berakhir di hari kelima, Jumat.

Namun, tidak demikian dengan yang terjadi di Fakultas Ekonomi. Meski lima hari jam kerja tetap diberlakukan, tapi hanya pada pelayanan akademis. Aktivitas dekanat dan pelayanan tiap-tiap jurusan hanya sampai pada hari jumat. Hal ini tidak seiring dengan jadwal perkuliahan mahasiswa Fakultas Ekonomi yang tertera, yakni perkuliahan berlangsung hingga Sabtu.

Hal inilah yang kemudian menjadi permasalahan. Salah satunya dengan ditutupnya pintu gerbang di dekat Fakultas Ekonomi pada hari Sabtu yang notabene masih menjadi hari kuliah. Pasalnya, pintu gerbang itu memudahkan dan selalu digunakan mahasiswa ketika hendak memasuki kampus, khususnya untuk mahasiswa yang beralamat di sekitar jalan Jawa.

Dengan ditutupnya gerbang ini, mahasiswa harus sedikit berlelah-lelah berjalan memutar lebih jauh, yakni lewat gerbang utama di jalan Kalimantan. Hal ini sempat dikeluhkan beberapa mahasiswa. Diantaranya Nita Ambarukmana mahasiswi jurusan manajemen reguler ’07. ”Nyusahin banget, apa pihak fakultas gak mikirin nasib mahasiswa-mahasiswa yang jalan kaki, mesti muter-muter dulu lumayan jauh,”ujar dia.

Hal senada juga diungkapkan oleh Dian Febriana, ia juga menambahkan, ”Daripada ditutup mending gak diadain kuliah aja pada hari sabtu, soale gak semua mahasiswa bawa motor,” kata mahasiswi jurusan manajemen ini.

Permasalahan ini tidak semata-mata muncul. Dulu sempat ada semacam pintu kecil—lebih tepatnya lubang—di dekat Fakultas Sastra, yang sering dilalui mahasiswa yang hendak ke kampus ketika gerbang ditutup. Tapi seiring pembangunan yang dilakukan pihak universitas, peninggian pagar tembok, maka lubang tempat lalulalang mahasiswa pejalan kaki turut dimampatkan.[] Totok Handoko

baca lanjutan..

Membaca Peluang Pajak Indonesia

Pelaksanaan pelatihan pajak oleh Target Consulting Group di Fakultas Ekonomi (FE) UNEJ (11/09), tidak hanya disuguhi materi perpajakan saja, kegiatan ini juga diikuti praktik langsung penyampaian E-SPT (Elektronik-Surat Pemberitahuan) yang dilaksanakan di laboratorium komputer FE UNEJ.

Kegiatan yang dibuka oleh Dr Alwan S K, SE, M.Si, Ak selaku Kajur Akuntansi FE ini memberikan banyak pengetahuan tentang perpajakan, orientasi karir dibidang perpajakan, tax planing dan creative accounting. Kegiatan yang diikuti oleh mahasiswa lintas fakultas ini merupakan program ”sahabat kampus” dari Target Consulting Group. “Even ini merupakan bentuk tanggung jawab bersama untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang perpajakan,” ujar Tugiman dari Target Consulting Group.

Reformasi Pajak
Pajak tak bisa lepas dengan kehidupan. Mulai dari pajak penghasilan, pertambahan nilai, pajak penjualan barang mewah, pajak bumi bangunan dan lain sebagainya. Bahkan, beberapa aktivitas di negara bebas pajak pun masih dikenakan pajak yang menjelma dalam bentuk lain. Menurut Tugiman mengutip Prof Dr Rochmat Soemitro, SH, “Pajak ialah sebuah iuran rakyat kepada kas negara berdasar undang undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Pada 2010, rencana pendapatan negara dan hibah yang ditargetkan pemerintah mencapai Rp 911,5 triliun akan lebih mengupayakan sumber dalam negeri, hal ini bisa dipastikan sumber terbesarnya berasal dari pajak. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini, pendapatan yang bersumber dari pajak sebesar 77,99% dari total pendapatan negara dan hibah. Dalam waktu 5 tahun ini, sistem perpajakan di Indonesia kembali mengalami reformasi untuk memaksimalkan pendapatan pajak. Perubahan yang siginifikan itu terbagi menjadi 3 bagian, yaitu pembaharuan sistem administrasi, kebijakan dan sumber daya manusia.

Salah satu contoh bentuk pembaharuan sistem administrasi dan mempermudah masyarakat dalam menyampaikan SPT, yaitu melalui software E-SPT yang efektif dan juga efisien. Kebijakan perpajakan pun mulai dirombak, mengevaluasi peraturan yang telah ada, begitu juga mengenai sanksi. Pegawai yang melayani masyarakat turut direformasi, dengan adanya sumber daya pajak yang berkualitas, maka masyarakat akan percaya untuk menyetorkan sebagian uangnya demi keperluan publik, karena pajak tidak memberikan kontraprestasi secara langsung. Oleh sebab itu, saat wajib pajak menyetorkan pajak, maka ia pun wajib mengawasi output dari pajak.

Peluang Pajak
Dengan adanya renovasi sistem perpajakan, kita bisa menelaah kedepan, perpajakan akan menghasilkan begitu banyak peluang. Informasi mengenai kebijakan pajak akan sangat dibutuhkan, sama pentingnya dengan keberadaan konsultan pajak. Begitu juga dengan pegawai yang memahami sistem perpajakan akan sangat diprioritaskan. Inilah salah satu peluang pekerjaan yang bisa dilirik untuk masa depan. Kini, kita telah dilatih untuk “melihat” peluang, selanjutnya kita harus mengelolah knowledge, skill dan attitude untuk menghadapi peluang tersebut.[Lila Larasati]

baca lanjutan..

12 September 2009

Pembongkaran Pagar Unej mengkuatirkan PKL

Jumat, 11 september 2009 diadakan sosialisasi mengenai pembongkaran pagar Unej terhadap PKL (Pedagang Kaki Lima). Acara yang bertempat di Rumah Khusnul Abdul Gani selaku Ketua RW 6 Kelurahan Tegal Boto dihadiri oleh perwakilan dari Unej, Mahasiswa, pengurus paguyuban PKL, dan penasehat PKL. sosialisasi ini bermaksud agar tidak ada spekulasi tentang rencana penggusuran PKL di sekitar kampus.

Sosialisasi ini diberikan oleh Gemadianto selaku perwakilan dari Unej yang menjelaskan bahwa pagar Unej yang di Jalan Kalimantan ini akan dimundurkan sejauh enam meter untuk taman dan didepan PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) akan dirubah supaya lebih bagus dan supaya lebih nampak seperti kampus, serta tembok bagian selatan Unej akan ditinggikan menjadi lima meter.

Mengenai hal ini PKL merasakan resah karena belakangan ini gencar terdengar rencana penggusuran PKL yang dianggap menganggu ketertiban jalan dan lingkungan. Pembangunan pot-pot tanaman di trotoar akhir ini merupakan salah satu upaya yang dianggap penggusuran PKL sedikit demi sedikit. Namun Gemadianto membantah apa yang diresahkan masyarakat dengan menyatakan “janganlah
suudzon dulu, pembongkaran pagar tersebut hanyalah untuk mempercantik wajah dari Unej.”

Fatahillah selaku penasehat PKL menambahkan “Unej adalah ladang rizki dari PKL, jadi saat Unej melakukan perbaikan, kita (PKL, red) harus menerima dan rela untuk tidak berjualan sementara.”

“PKL juga seharusnya melakukan timbal balik kepada Unej dengan mematuhi aturan untuk menjaga kebersihan, sanitasi, serta tidak merugikan pihak lain.” Tambahnya.

Ketakutan dari PKL tentunya wajar karena belajar kejadian penggusuran PKL di Pasar Tanjung dan Alon-alon Jember juga berasal dari alasan mengganggu ketertiban jalan dan lingkungan. Oleh karena itu eko selaku mahasiswa Fakultas Hukum meminta adanya Surat Perizinan keberadaan PKL disekitar kampus secara legal dan formal, agar nantinya dapat dijadikan landasan dari upaya penolakan penggusuran PKL.

Menanggapi hal ini, gemadianto menyatakan soal penggusuran PKL itu urusan dari pemerintah kabupaten, unej tidak mempunyai wewenang. Sedangkan Fatahillah juga menjelaskan bahwa permasalahan PKL selama ini sudah dapat dikonfirmasi dan diatasi dengan adanya penasehat PKL dan adanya paguyuban PKL sendiri pun juga sebagai kekuatan adanya PKL.

Penasehat PKL tersebut juga menambahkan perbaikan wajah Unej yang untuk kebaikan semua pihak janganlah dipersepsikan yang lain-lain, bagaimanapun juga keberadaan PKL merupakan kebutuhan bagi mahasiswa untuk mengisi perut.

Yang terpenting PKL mau mematuhi aturan yang mau menjaga kebersihan dan ketertiban. Tambah lelaki yang dipanggil pak haji tersebut.

baca lanjutan..

30 Agustus 2009

PK2 Bagi Mahasiswa Alih Jenjang

Ada penarikan dananya tapi tidak ada pelaksanannya. Lantas kemanakah dana tersebut diperuntukkan?
PENARIKAN dana pengenalan kehidupan kampus (PK2) bagi mahasiswa alih jenjang menimbulkan pertanyaan tersendiri. Pertanyaan tersebut diutarakan, utamanya bagi mahasiswa alih jenjang dari program D3 yang meneruskan S1 di Unej, yang harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 495 ribu untuk biaya tersebut.

PK2 sejatinya, ditinjau dari akronimnya, mengandung pengertian mengenalkan mahasiswa pada lingkungan baru, yakni kampus. Karena bagi mahasiswa yang alih jenjang dikenakan biaya untuk PK2, hal ini menunjukan jika mahasiswa yang alih jenjang dianggap masih membutuhkan adanya pengenalan kehidupan kampus.

Kenyataannya penarikan uang tersebut dirasa memberatkan oleh mahasiswa alih jenjang. Septian, salah satu mahasiswa alih program dari D3 Administrasi Perusahaan Unej ke S1 Manajemen RS (Reguler Sore) 2009, keberatan atas penarikan dana tersebut karena penarikan dilakukan tanpa disertai dengan pelaksanaan kegiatan PK2 bagi mahasiswa alih jenjang. Setelah melakukan pembayaran tidak ada penjelasan kebih lanjut dari pihak universitas, tetapi ketika mendapat blanko pendaftaran, terdapat tulisan NB: bagi mahasiswa alih jenjang tidak diwajibkan mengikuti PK2. Hal ini semakin memperbesar pertanyaan di benak mahasiswa alih jenjang, sebenarnya untuk apa dana PK2 yang mereka bayarkan itu?

Beberapa mahasiswa alih jenjang yang sempat kami wawancarai juga merasakan keberatan serupa. Selain itu, dilihat dari tujuan kegiatan PK2, yaitu untuk mengenal kehidupan kampus. “Menurut saya tidak ada manfaatnya, karena saya sudah pernah melakukan PK2 sebelumnya. Jadi tidak perlu diadakan dan tidak perlu ada penarikan PK2,” ungkap Zaenal Abidin, mahasiswa alih program dari D3 Administrasi Perusahaan Unej ke S1 Manajemen RS Unej 2008, saat ditanya alasan keberatan adanya penarikan dana PK2.

Berbeda halnya dengan mahasiswa alih jenjang dari Unej, mahasiswa alih jenjang yang berasal dari universitas lain tentunya merasa perlu mengikuti kegiatan PK2. Hal ini dikarenakan mahasiswa alih jenjang dari universitas lain belum mengetahui informasi-informasi yang berkaitan dengan lingkungan baru (Unej). Dalam hal ini, termasuk sistem akademik dan kredit baru yang akan dihadapi oleh seorang mahasiswa alih jenjang, yang tentunya berbeda dengan universitas semula. Pada kenyataannya, penarikan dana PK2 tersebut juga dikenakan untuk para mahasiswa transfer yang berasal dari universitas lain. Namun, pembayaran iuran PK2 pun tidak ada pelaksanaan kegiatannya. “Sistem akademik yang penting pun tidak ada penjelasannya,” ungkap Neny Harsanti, mahasiswa alih program D3 Akuntansi POLTEK Malang ke S1 Akuntansi Reguler Sore Unej 2007. Tidak adanya kegiatan PK2 dan penjelasan tentang sistem pembelajaran yang berlaku tentunya membuat kesulitan para mahasiswa alih jenjang yang berasal dari universitas lain.

Mengenai besar pungutan iuran uang PK2 untuk mahasiswa alih jenjang, pihak fakultas tidak tahu menahu. “Masalah besaran biaya yang dipungut itu sepenuhnya kebijakan dari rektorat,” ungkap Dekan FE M Saleh. Pihak fakultas hanya mengkonfirmasi jumlah mahasiswa baru yang menjadi peserta PK2 kepada pihak rektorat. Selain itu, alokasi uang PK2 dipergunakan untuk apa saja pihak fakultas juga tidak mengetahuinya.

Setelah dikonfirmasi kepada Kepala Biro I Bagian Akademik, Bambang Winarno. Uang dari penarikan dana PK2 bagi mahasiswa alih jenjang tidak digunakan untuk pelasanaan kegiatan PK2. Melainkan digunakan untuk syarat mendapatkan buku pedoman pedoman, buku petunjuk, dan buku pedoman penulisan karya ilmiah. Selain itu, uang PK2 tersebut digunakan untuk menunjang fasilitas selama mahasiswa tersebut melakukan studi di Unej. Diantaranya untuk dana kesehatan, dana sosial, tes kesehatan pada saat mendaftar, UKM, KTM, serta untuk mendapatkan fasilitas di perpustakaaan maupun UPT TI. Sedangkan untuk mahasiswa dari luar Unej lebih mahal, sebesar Rp 765 ribu. Ini dikarenakan selain mendapat fasilitas-fasilias tersebut, mereka mendapatkan dasi, kaos PK2, topi, serta jas almamater. Namun ketika reporter Pretel meminta hard copy rincian alokasi dana PK2 Bambang tidak dapat memberikannya dengan alasan sifatnya yang rahasia.

Mengenai ketiadaan pelaksanaan PK2 bagi mahasiswa alih jenjang. Menurut Bambang Winarno, tujuan dari PK2 itu adalah untuk mengenalkan lingkungan kampus kepada para mahasiswa agar mampu beradaptasi dengan kondisi di kampusnya, sehingga mempermudah aktivitasanya selama kuliah. Dilihat dari tujuannya itu, PK2 dirasa tidak perlu lagi untuk mahasiswa transfer dari Unej, karena telah mengenal lingkungan kampus secara baik dan telah mengikuti kegiatan PK2 pada saat mereka menjadi mahasiswa baru sebelumnya.

Sedangkan pelaksanaan kegiatan PK2 untuk mahsiswa alih jenjang dari universitas lain dilaksanakan sesuai dengan kebijakan di fakultas masing-masing. Sedangkan untuk dana pelaksanaanya, pihak fakultas mendapatkannya dari pihak rektorat yang berasal dari perikan iuran PK2 mahasiswa alih jenjang.

“Pelaksanaan PK2 untuk mahasiswa transfer ada, tetapi untuk hal-hal yang dianggap penting saja dan untuk pelaksanaanya diberitahukan secara verbal,” ungkap Fathorazzi, selaku PD III FE Unej ketika ditanya mengenai pelaksanaan PK2 di fakultas. Hal-hal yang penting disini, misalnya, Fathorazzi memberikan contoh, yakni PKM (Program Kreatifitas Mahasiswa) dan KRS (Konsep Rencana Studi). [Penulis: Natalia Anindia. Reporter: F Yasin, Amalia A, Musa Ali, dan Maznifar]

baca lanjutan..

14 Juli 2009

Reguler dan Reguler Sore Sama Tapi ”Beda”


KEPUTUSAN Rektor Unej tentang Pengalihan Penyelenggaraan Program Non Reguler S1 ke Program Reguler S1 di Lingkungan Universitas Jember telah ditetapkan Januari lalu. Kemudian, untuk pelaksaannya akan dimulai semester gasal tahun ajaran 2009/2010. Pengalihan itu karena ada teguran dari Irjen Depdiknas atas temuan pelanggaran yang dilakukan oleh Unej terkait penyelenggaraan program reguler dan non reguler di perguruan tinggi negeri yang diatur dalam keputusan Dirjen Dikti Depdiknas No 28/DIKTI/Kep/2002.

FE Unej termasuk fakultas yang terkena imbas dari kebijakan ini. Pasalnya dari 17 program studi non neguler (NR) di UNEJ, di FE ada 3 yaitu prodi IESP NR, Akuntansi NR dan Manajemen NR.Menurut keterangan Kabiro I Unej Bambang Winarno, sebenarnya tidak ada perbedaan berarti antara NR dan RS. Hanya pengelolaannya yang nantinya mengikuti jurusan yang telah ada di reguler. Kalau perbedaannya dengan reguler hanya SPP-nya saja yang lebih mahal. ”SPP untuk mahasiswa NR yang dialihkan ke RS tetap,” kata Bambang. Namun untuk teknis pelaksanaan RS diatur oleh masing-masing fakultas dengan mengacu pada SK dan segenap aturan yang ada.

Tidak adanya perbedaan itu ditegaskan juga oleh Dekan FE Unej M Saleh. Dari segi ijazah misalnya, dari dahulu juga ijazah yang dikeluarkan untuk mahasiswa NR pun selama ini juga ikut jurusan reguler. Tapi untuk teknis pelaksanaannya akan ada perubahan waktu kuliah, sehingga menjadi lebih fleksibel. Kedepannya, mahasiswa RS diharapkan bisa kuliah di pagi hari. “Tapi untuk sampai kesana itu masih jangka panjang, sementara baru sebagian saja yang kuliah di pagi hari,” papar M Shaleh.

Diberikannya kesempatan kuliah di pagi hari bagi mahasiswa reguler sore, menyisakan pertanyaan tentunya. Karena di FE, seperti yang kita ketahui, hingga saat ini ruang kuliahnya masih sangat terbatas. Di semester ini, keterbatasan ruang kuliah juga menjadi permasalahan bagi mahasiswa reguler. Dengan jadwal yang padat serta ruang kuliah yang terbatas menimbulkan kesulitan bagi mahasiswa dan dosen ketika akan mengadakan tambahan kuliah.

Menjawab pertanyaan keterbatasan ruang kuliah. Dekan FE menjawab dengan rencana pembangunan beberapa ruang kuliah baru. ”Kita sudah mencoba mensetting 3 (tiga) ruangan tambahan, rencananya ruangan itu akan ditempatkan di depan ruang 12,” jawab M Shaleh. Namun apakah hal itu bisa mengatasi permasalahan keterbatasan ruang kuliah, Dekan FE mengatakan setidaknya itu sudah membantu mengatasi keterbatasan yang ada.

Terkait pengelolaan RS dijelaskan juga oleh M Saleh nantinya akan menyatu dengan reguler. Jika dahulu untuk mengelola NR ada Kaprodi, maka kedepan tidak ada lagi. RS akan dikelola dibawah Kajur di masing-masing jurusan. ”Kajur reguler juga mengelola RS. Tapi akan dibantu dua sekretaris, satu mengurusi reguler dan sekretaris II mengurusi RS,” jelasnya.

Namun setelah Tim Buldokc mengkonfirmasi hal ini pada Kajur IESP dan Kajur Manjemen. Ternyata yang bersangkutan belum tahu mengenai teknis pengelolaannya bagaimana nantinya. ”Kebijakan mengenai perubahan status Non reguler menjadi reguler sore masih mengambang, belum ada desain tentang pelaksanaannya,” tutur Kajur IESP Fathurrozzi. ”Mengenai pelaksanaan teknisnya saya belum tahu apa-apa,“ ujar Dyah Yulistyorini, Kajur Manajemen.

Karena tidak ada lagi program NR otomatis berpengaruh pada insentif yang diterima oleh dosen. Jika sebelumnya dalam mengajar mahasiswa NR dosen mendapat insentif, maka dengan penggabungan ini, itu tidak lagi diberlakukan. Yang ada adalah, insentif dosen akan dihitung dari beban mengajar mereka. Baru setelah dosen melebihi kuota mengajar akan mendapat insentif. ”Kuota itu ditetapkan 4 sks per semester, jika dosen mengajar melebihi kuota akan diberi insentif,” jelas PD II Imam Mas’ud yang masa jabatannya berakhir 15 Juni kemarin. ”Kebijakan ini dibuat untuk memberi keadilan bagi dosen,” kata Kabiro I Unej.

Menurut Ferdian mahasiswa NR yang transfer dari D3, adanya kebijakan terkait insentif dosen ini membuatnya mempertanyakan soal pengelolaan SPP mahasiswa. Jika tadinya dosen itu diberi insentif ketika mengajar NR lalu besok ketika jadi RS tidak lagi. ”Lantas uangnya untuk apa?” tanyanya. Dari segi SPP, nantinya meski mahasiswa NR dianggap reguler dengan kelas sore tapi SPP-nya tetap.

Menurut pemaparan Imam Mas’ud, meski pengelolaan insentif dosen berubah tetapi pengelolaan keuangannya tidak mengalami perubahan. ”Perubahan NR menjadi RS, tidak berpengaruh pada sistem keuangannya,” ungkap Imam Mas’ud. Selama ini pengelolaan SPP mahasiswa NR seperti halnya SPP mahasiswa reguler dan D3. SPP mahasiswa masuk ke PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) lalu diturunkan melalui DIPA. Bedanya besaran SPP mahasiswa NR yang masuk ke kas FE. “Proporsi dana sebagai anggaran program studi untuk S1 NR , S1 Reguler dan D3 yang masuk ke kas FE berturut-turut; 70%, 60% dan 65%, sisanya digunakan pihak rektorat,” terang Imam Mas’ud. Itu setelah masuk kas negara. ”Dana itulah yang digunakan untuk membiayai kebutuhan operasional,” tambahnya. [Firdaus Yasin] Buldokc No. 42 I Juni 2009

baca lanjutan..

Kelas Khusus Bagi yang Bekerja

PERUBAHAN non reguler menjadi reguler sore, sedikit banyak membuat mahasiswa bimbang, utamanya bagi mahasiswa NR yang bekerja. Sebab, nantinya, setelah berubah menjadi RS, jadwal perkuliahan NR yang biasanya pada malam hari, berubah menjadi pagi-siang-sore. Lalu bagaimana nasib mahasiswa yang kuliah sambil bekerja?

Saat itu pergantian jadwal ujian, hampir jam delapan malam. Di ujung ruang dua belas, beberapa mahasiswa telah banyak yang duduk menunggu waktu ujian di depan ruang itu. Ketika itu, saya menyebar Polling Seputar Isu Mahasiswa (Pisaw) pada 12 Juni lalu. Pisaw pun telah saya sebar ke beberapa mahasiswa yang duduk-duduk tadi. Saya juga duduk di dekat mereka, sembari menunggu polling itu diisi.

Tiba-tiba, sebelum saya sempat bertanya apa pun, seorang mahasiswa NR (setelah mengisi Pisaw) memulai pembicaraan. Namanya M Kadafi Amin, sehari-hari dia bekerja pada PT Sepatu Bata, menyatakan keberatan perihal perubahan NR menjadi RS. Keberatan dia didasarkan pada perubahan jadwal perkuliahan NR nanti. Sebab, mulai hari Senin hingga Jumat, dia mesti bekerja.

”Kalau tidak masuk kerja satu dua kali sih tidak apa-apa, tapi kalau sering susah juga,” ungkap dia. Dia lalu menambahkan, jika perkuliahan NR di FE, jadwalnya rutin dari Senin hingga Jumat. Beda ketika, jadwal perkuliahan hanya Sabtu dan Minggu saja—seperti yang ada di beberapa perguruan tinggi lain—diubah pun tidak menjadi soal.

Selain itu Kadafi juga mengeluhkan mengenai fasilitas yang diterima NR. Menurut dia, NR itu biasanya mendapatkan perlakuan khusus, dari segi fasilitas maupun layanan. Di sini itu tidak ada bahkan lebih buruk, ruangan perkuliahaannya sama sekali tidak ada AC-nya. Lalu dia memperbandingkan NR di FE dengan Mandala, ”Di Mandala itu, sebelum masuk kuliah, mahasiswa mendapatkan coffe break, di sini kan tidak. Di sana ruang untuk NR juga ber-AC”. Selain itu dia juga keberatan, seandainya NR disamakan dengan reguler. Sebab, dari segi pembiayaan, NR membayar semesteran jauh lebih mahal daripada reguler.

Yossy, Mahasiswi Akuntansi NR ‘06 menuturkan, sebelum kuliah dia telah bekerja di Pegadaian Negeri Jember terlebih dahulu. Pegadaian sendiri mengharuskan setiap karyawan yang ingin naik jabatan, salah satu syaratnya adalah melanjutkan kuliah. Inilah yang mendasari dia untuk melanjutkan kuliah di FE. Selain itu, Unej adalah universitas negeri, sehingga ketika dia mau naik jabatan, tidak perlu mengikuti tes lagi.

Saat pertama kali mendaftar kuliah, dia telah melampirkan keterangan bahwa telah bekerja. Berbekal itu, dia berharap mendapat kemudahan, semisal toleransi mengenai waktu, apabila terlambat masuk kuliah saat sore. Sebab, dia bekerja mulai jam 07.30-15.30. Adanya perubahan NR menjadi RS, menjadikan dia khawatir jika nanti waktu kuliah disamakan dengan reguler. Jika itu terjadi, dia pun mengaku akan kesulitan untuk mengatur waktu antara kuliah dengan bekerja. Nantinya jika begitu, pasti akan banyak mahasiswa yang telah bekerja berhenti kuliah atau pindah ke universitas lain.”Kalau begitu FE rugi juga kan?” tanya dia. Padahal selama ini program NR sudah memberi ruang bagi mahasiswa yang telah bekerja.

Pembagian Kelas
Kebijakan penggantian NR menjadi RS mulai diterapkan semester depan. M Saleh, Dekan FE mengatakan, jika nantinya seluruh mahasiswa RS memang betul-betul murni tidak bekerja, maka semua mahasiswa akan masuk pagi. Permasalahan yang muncul di FE, ada mahasiswa yang bekerja, sehingga tidak bisa kuliah pagi. ”Kedepan jika ruangan cukup, tidak ada kuliah sore kecuali mahasiswa yang bekerja,” jelas dia. Lalu dia menambahkan, bagi mahasiswa NR yang bekerja akan disediakan kelas khusus.

Penyediaan kelas khusus ini, ternyata belum bisa membuat mahasiswa NR yang bekerja menjadi lega. Seperti yang dikeluhkan Yunita Indah, Mahasiswa Jurusan Akutansi ’07. Menurut dia, kuliah selain mencari ilmu, juga butuh kebersamaan. Mahasiswa yang bekerja di Indosat ini, mengatakan jika ada pembagian semacam itu, menjadikan kuliah tidak begitu nyaman. Sebab, teman satu kelas dia yang bekerja hanya tiga orang saja. ”Duh gak enak. Bikin males kuliah,” keluh dia.

Senada dengan itu, Lili Kartika, mahasiswa NR sekaligus ibu rumah tangga, menyatakan kebingungan dengan kelas khusus ini. Biasanya saat pagi dia mengurus anak, juga kebutuhan rumah tangga lain. Ketika dia ingin kuliah bersama mahasiswa yang bekerja juga tidak enak, sebab temannya yang bekerja juga sedikit, hanya tujuh orang saja.

”Jika yang kerja disendirikan, jelas memberatkan yang kerja, karena akan kesulitan akses informasi,” kata Yulianta Rahman, mahasiswa NR yang kerja di Telkomsel. Dia lantas menjelaskan, bahwa biaya SPP untuk mahasiswa NR dua kali lipatnya mahasiswa reguler. Dengan konsep RS yang nyaris serupa dengan reguler, dia pun setuju, asalkan bayar SPP disamakan juga dengan reguler.

Namun terkait keterangan dari brosur UM Unej tahun 2009/2010 yang tetap membuka peluang untuk mereka yang bekerja bisa melanjutkan kuliah di RS dengan syarat ada surat ijin belajar dari instansi tempat mereka bekerja, kami belum sempat menanyakan lagi pada Dekan FE karena berita ini sudah harus diterbitkan terlebih dahulu. [Fitria Ardiansyah] Buldokc No. 42 I Juni 2009

baca lanjutan..

Nasib Hima NR Terkatung-katung

SETELAH ditetapkan dengan keputusan Rektor Unej tentang perubahan NR menjadi reguler pada Januari lalu, maka mulai semester depan keputusan ini sudah harus diterapkan di masing-masing fakultas yang membuka program non reguler. Perubahan ini akan menyebabkan NR akan memiliki status sama dengan reguler. Persamaan status ini tidak hanya pada perkuliahannya saja tetapi juga dalam pengelolaan. Pada awalnya NR berada dalam wewenang kaprodi (kepala program studi) tetapi nanti hal itu akan berubah. Dekan FE M saleh mengatakan, nantinya di setiap jurusan ada kajur (kepala jurusan) yang mengelola mahasiswa reguler dan mahasiswa RS (reguler sore). Tetapi untuk pelaksanaannya kajur itu dibantu dua sekretaris, satu mengurusi reguler dan satunya lagi RS.

Peleburan non reguler menjadi reguler kemudian disebut RS juga membawa sebuah wacana baru yang menyangkut kelangsungan Hima NR (Himpunan Mahasiswa Non Reguler). Selama ini Hima NR yang notabenenya menjadi salah satu himpunan mahasiswa yang mengkhususkan diri pada mahasiswa NR harus menghadapi sebuah pewacanaan, yaitu peleburan dengan himpunan mahasiswa reguler lain yang disesuaikan dengan jurusannya. Pewacanaan ini juga diungkapkan oleh Dekan FE ketika ditemui di ruang kerjanya (11/6), ”Mengenai peleburan Hima NR, nanti kita pikirkan lagi kalau bisa di merger ya di merger saja. Kan nantinya reguler dengan NR tidak ada bedanya,” paparnya.

Seandainya peleburan itu benar terjadi maka sangat disayangkan, karena pada awal berdirinya, Hima NR digagas untuk mengusung sebuah persamaan hak bagi mahasiswa NR dengan mahasiswa reguler. Disini Hima NR dibentuk untuk penyampai aspirasi mahasiswa NR. Pernyataan ini diungkapkan oleh Ketua Umum Hima NR Hosnol Hotimah. Sebagai tempat penyampai aspirasi maka Hima NR juga akan membangun sebuah komunikasi bagi mahasiswa entah itu komunikasi antar mahasiswa sendiri atau dengan fakultas. Hal ini dibuktikan dengan pengadaan dialog interaktif dengan dekanat saat pensosialisasian RS kemarin. Selain itu, Hima juga sering mengadakan acara-acara yang disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa NR. ”Acara-acara ini tidak hanya memfokuskan pada satu jurusan saja, tetapi berusaha mencakup ketiga prodi NR (Manajemen, IESP dan Akutansi),” tambah Hosnol lagi.

Pentingnya keberadaan Hima NR sebagai wadah aspirasi bagi mahasiswa dirasakan oleh Wahyu Arisandi, mahasiswa jurusan Manajemen NR ’06, ”Hima sangat berguna kerena menjadi salah satu wadah kegiatan khusus anak NR,” katanya. Selain itu, ditambahkannya pula bahwa Hima sering proaktif dalam memberikan pendampingan dalam penyelenggaraan kegiatan NR.

Mahasiswa yang aktif di KSPM dan KSPE ”CEER” ini mengatakan, bahwa budaya berorganisasi bagi mahasiswa NR bisa dikatakan rendah, itu terindikasikan dari sedikitnya mahasiswa NR yang aktif dalam kegiatan UKM. Dia memberikan beberapa penyebab rendahnya budaya itu. Salah satunya karena ada mahasiswa NR yang bekerja, mereka telah disibukkan dengan pekerjaannya. Kalau bagi mahasiswa NR lainnya mereka terhalang oleh jam kuliah malam karena di jam-jam malam jarang ada UKM yang beraktifitas.

Rendahnya keinginan mahasiswa NR itu dirasakan oleh Ferdian Rohman, mahasiswa Manajemen ’08. Bagi dia, alasan itu akibat kesibukan dari para mahasiswa yang kebanyakan telah bekerja. Selain itu juga pola pikir mereka yang kebanyakan lebih cuek, kecuekan mereka terlihat waktu pulang kuliah, ”Kebanyakan mereka langsung pulang, jarang sekali mahasiswa terlihat ngumpul-ngumpul,” kata mantan Ketum Himadita itu.

Rendahnya tingkat keaktifan mahasiswa NR terhadap keorganisasian itu, maka keberadaan Hima NR menjadi sangat berarti. Keanggotaan organisasinya yang dikhususkan bagi mahasiswa NR sehingga bisa lebih mudah menyesuaikan dengan iklim mahasiswa NR.

Melihat pentingnya keberadaan himpunan yang berdiri sejak 2006 ini membuat para pengurusnya berusaha mempertahankan keberadaan organisasinya dari wacana peleburan. ”Seandainya wacana peleburan itu terealisasi, maka harus ada solusi yang terbaik untuk menggantikannya,” tambah Hosnol. Karena begitu beratnya melepas Hima, maka pengurus telah mengajukan proposal guna penggantian nama Hima NR menjadi Himares. Sehingga keberadaannya akan tetap ada dan hanya berganti nama.

”Memang benar Hima NR telah mengajukan proposal guna penggantian nama dan kini masih menunggu turunnya SK,” kata Agus Lutfhi selaku PD III yang masa jabatannya berakhir 15 juni kemarin. Selain itu, ditambahkannya bahwa apa yang terjadi nanti pada kelangsungan Hima NR masih akan dimusyawarahkan bersama mahasiswa-mahasiswa lainnya, karena himpunan mahasiswa pada dasarnya dari dan untuk mahasiswa.

Keberlangsungan keberadaan Hima NR juga dianggap masih perlu oleh Ferdian, bagi dia bila ada penggabungan maka akan kurang efektif untuk pengorganisasiannya. ”Jumlah mahasiswa NR yang begitu banyak sangat tidak terwakili bila wadahnya digabung dengan himpunan reguler,” sanggahnya lagi.

Menanggapi nasib dari Hima NR yang terkatung-katung ini PD III yang baru, Fathurrazi mengatakan bahwa kelangsungan keberadaan Hima NR masih menunggu jalannya perkuliahan RS semester depan, entah itu ada penggabungan atau perubahan nama saja. Hal itu masih belum ada pembahasan lebih lanjut. [Dina Margrit A] Buldokc No. 42 I Juni 2009

baca lanjutan..

27 Juni 2009

Merepresentasikan Kehidupan dalam Tarian

PADA 10-11 Juni 2009 kemarin, gedung PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) terlihat sedikit berbeda. Pelataran gedung yang biasanya terlihat remang-remang menjadi lebih terang. Diluar gedung terdapat baliho yang cukup besar yang bertuliskan GERTAK (Gelar Tari Kontemporer) Unit Kegiatan Mahasiswa Kesenian (UKM Kesenian) Unej with Adinda Miranti (Koreografer) menampilkan ”Besini”, ”Nampel”, ”Cemplung” dengan tema ”Saatnya Seni Tradisi Berteriak Lantang Ditengah Bisingnya Modernisasi”.

Menurut Halim Bahriz Ketua Umum UKM Kesenian, acara ini dilaksanakan dengan harapan diadakannya kesenian jember semakin bergeliat dan ruang-ruang apresiasi seni semakin terbuka lebar. Hal tersebut juga diamini oleh Adinda Miranti sang koreografer bahkan dia tidak menyangka diacara tersebut animo pengunjung sangat besar dan bahkan seniman senior juga berdatangan. Tidak bisa dipungkiri memang, dihari pertama acara tersebut penonton yang hadir sanggup memenuhi seluruh tempat yang disediakan panitia.

Acara tersebut menampilkan salah satu jenis tarian yang disebut sebagai tari kontemporer. Tari kontemporer sendiri berbeda dengan jenis tari-tari tradisional yang biasa terlihat, karena Tari kontemporer tidak lagi terikat oleh standart yang ada, Adinda Miranti mengungkapkan tari kontemporer lepas dari pakem yang sudah ada, jadi tidak lagi terpaku oleh irama ataupun ketukan namun tetap tidak keluar dari substansi tari itu sendiri. Dalam acara tersebut tari tetap menjadi sebuah representasi kondisi sosial budaya masayarakat sekitar, yang tidak hanya digambarkan oleh gerakan dan musik semata, namun juga dengan setting musik, lighting dan yang terpenting adalah ekspresi dari seorang penari. ”Sebuah tari kontemporer memiliki kemiripan dengan teaterikal namun tanpa ada komunikasi oral dari setiap penarinya dan unsur gerakan tari masih tetap ada” ujar Halim Bahriz.

Untuk dapat merepresentasikan kondisi sosial budaya suatu daerah dalam sebuah tari kontemporer tidaklah mudah, karena dalam proses penciptaannya seorang koreografer harus melakukan riset atau observasi polos untuk mencari sebuah ide dasar dari tari kontemporer tersebut. Hal ini diamini oleh Adinda Miranti, ”Untuk menemukan kekhasan sebuah tari, saya perlu mengamati rekaman video tarian sampai berulang-ulang, katanya” tidak hanya itu bahkan untuk menemukan alur cerita yang ingin ditampilkan Adinda Miranti harus melakukan observasi sampai berbulan-bulan.

Seperti karyanya yang berjudul “Nampel”, karya tersebut mengisahkan tentang Tari Lengger yang merupakan tarian asli masyarakat Jember. Tari Lengger dimainkan oleh beberapa orang wanita, awalnya Tari Lenger merupakan seni pertunjukan dengan konsep barongan (ngamen). Karena pertunjukan Tari Lengger selalu diadakan diatas jam sembilan malam dan cenderung selalu berada dilingkungan orang-orang pejudi dan pemabuk, sehingga pandangan masyarakat tentang Tari Lengger menjadi miring. Apalagi hal itu diperkuat dengan adanya anggapan bahwa Penari Lengger bisa ”dipakai”. Keberadaan seni pertunjukan Tari Lengger pun menjadi marjinal karena setiap kali dipentaskan selalu diusir oleh petugas keamanan sekitar. Semakin lama seni pertunjukan Lengger tidak mendapat ”tempat” dan pada akhirnya dilupakan oleh sebagian besar orang.

Dalam karyanya yang berjudul “Nampel” penonton seolah-olah dibawa menyaksikan perjalanan tari lengger di tengah anggapan miring masyarakat dan dilema seorang Penari Lengger yang hanya ingin mencari sesuap nasi. “Saya ingin para pengunjung yang hadir juga ikut berfikir tentang apa yang ditampilkan, dan tidak hanya berfikir seni tari hanya sebagai seni hiburan namun juga sebagai seni,” ujar Adinda Miranti. [Aulia Rachman]

baca lanjutan..

22 Juni 2009

Telah Terbit Buldokc edisi Juni: Ketika Non Reguler Menjadi Reguler tapi Sore

Negeri ini sedang sibuk. Pemilu semakin dekat, para capres dan cawapres semakin sibuk meneriakkan visi misinya. Mereka pun tidak pernah berhenti menebar janji-janjinya. Semoga semangat yang para calon pemimpin bangsa itu, tetap terjaga saat kursi kuasa benar-benar mereka peroleh.

Sama seperti para capres dan cawapres yang bersemangat untuk meyakinkan rakyat memilihnya. Kami pun begitu bersemangat juga untuk terus hadir menemani pembaca. Disela-sela selang ujian, kami menyempatkan untuk mengerjakan buletin ini.

Revolusi non reguler (NR) menjadi regular sore (RS) yang kini hangat dibicarakan para mahasiswa. Banyak pertanyaan yang masih menjadi tanda tanya terkait perubahan itu. Karena itu, tema itu kami angkat sebagai tema rubrik Laporan Utama dalam Buldokc edisi Juni. Kami juga menghadirkan rubrik Budaya yang membahas pentas tari kontemporer yang diselenggarakan oleh UKM Kesenian Unej bekerja sama dengan Adinda Miranti. Rubrik-rubrik hangat lain juga dihadirkan untuk melengkapi wacana pembaca mengenai situasi sekitar kampus.

Kesempurnaan hanyalah milik Sang Pencipta, kekurangan hanyalah milik manusia. Kami sadar apa yang tersaji ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun, kami telah berusaha untuk menjadi lebih baik dan menyajikan yang terbaik. Selamat membaca. []

baca lanjutan..

26 April 2009

SMAK Santo Paulus Juarai JBL


Minggu, 26 April 2009, adalah hari terakhir pelaksanaan JBL (Jurnalist By Learning) yang diselenggarakan LPME Ecpose. Acara ini termasuk dalam rangkaian acara Dies Natalies LPME Ecpose ke-20 yang digelar sejak Maret lalu. Di hari pertama pelaksanaan JBL, terlebih dahulu peserta dibekali materi-materi seputar jurnalistik. Untuk tulisan peserta diperkanalkan tentang dunia tulis-menulis oleh Hari Setiawan (Redaktur harian Radar Jember). Untuk fotografi oleh Heru Putranto, fotografer kawakan yang saat ini bekerja untuk Radar Jember.

Dihari kedua, kedelapan belas tim dari berbagai sekolah se-Jember ini terjun ke bantaran Kali Bedadung untuk reportase. Peserta juga harus membuat media di hari itu juga. Pelaksanaan yang hanya satu hari ini, dijelaskan oleh Ketua Panitia JBL Pandu Tyagita untuk melatih skill jurnalistik peserta.” Jadi semua pengerjaan media dilakukan selama satu hari,” kata Pandu.

Suasana penuh haru mewarnai hari ketiga pelaksaan JBL. Karena setelah selama dua hari peserta bergelut dengan media, di hari ketiga ini adalah pengumuman pemenangnya. Dari penilaian dari dewan juri, yakni Hari Setiawan, Heru Putranto, dan Aulia Rachman dipilihlah pemenang JBL dengan nilai tertinggi, yakni perwakilan dari Tim SMAK Santo Paulus. Aplaus meriah langsung diberikan peserta setelah pengumuman pemenang. “Saya senang banget bisa juara, tidak menyangka hasil ini,” terang salah seorang perwakilan dari SMK Santo Paulus. Untuk juara kedua dan ketiga dari lomba jurnalistik ini diperoleh MAN 1 Jember.

baca lanjutan..

22 April 2009

Kembali Ingatkan Kecintaan Kita pada Bumi


”Merangkai Asa Wujudkan Bumi Lestari”, itulah sederet judul sebuah leflet yang dibagikan oleh sekelompok mahasiswa yang melakukan aksi di hari bumi yang jatuh pada 22 April hari ini. Berbagai macam elemen mahasiswa Jember yang menamakan diri Aliansi Mahasiswa Peduli Lingkungan ini melakukan aksi berupa long march dan juga teatrikal bertema kerusakan bumi. Aliansi yang beranggotakan berbagai macam organisasi ini, antara lain terdiri dari UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Kesenian dan UKM Pers Mahasiswa. Mereka antara lain UKM Kesenian Pusat, Panjalu, Dolanan, DKK, Titik, Tiang, Wismagita, LPME Ecpose, Tegalboto, Sardulo Anurogo, Lumut, Komsi, Kurusetra, LPMM Alpha, LPMF Prima, LPMS Ideas dan PPMI (Persatuan Pers Mahasiswa Indonesia) Kota Jember.

Berangkat dari Fakultas Teknologi Pertanian Unej, rombongan aksi kemudian berjalan melewati FKG dan turun ke Jalan Mastrip, Kalimantan dan berakhir di double W Universitas Jember. Meski aksi yang bertema Wajah Bumi Kekinian ini, sempat tersendat karena sulitnya mengatur lalu lintas antara Jalan Mastrip dan Kalimantan, namun aksi ini mampu menyedot perhatian masyarakat sekitar. Masyarakat nampak tertarik dengan adanya atraksi teatrikal besutan beberapa UKM Kesenian yang telah sengaja dipersiapkan beberapa hari sebelumnya.

Dari rapat koordinasi yang berlangsung pada tanggal 19 April lalu, diputuskan akan diadakannya aksi ini. Dalam rapat tersebut, Samsul Arifin, mantan Ketua Umum UKM Kesenian Pusat terpilih menjadi kordinator lapangan dalam aksi ini. ”Tujuan acara ini sebenarnya ajang kumpul-kumpul arek mahasiswa dan umum, kan jarang iso bareng, trus bentuk kepedulian meskipun sedikit, dan menghibur”, ujarnya ketika diwawancarai sesaat setelah aksi berakhir.
Dalam teatrikal yang ditampilkan, ada beberapa tokoh yang menggambarkan keadaan bumi saat ini. Dua orang berperan sebagai kekeringan, perlambang bumi yang telah rusak, kemudian dua orang lagi berperan sebagai perlambang bumi yang masih hijau. Keempat perlambang ini berjalan berderet di depan puluhan mahasiswa dengan baju hitam-hitam, yang mengikuti dari belakang sambil memunguti sampah yang mereka lewati. Sampah tersebut dibagi dalam dua gerobak, sampah organik dan sampah anorganik. Menurut Sari, anggota UKMK Kurusetra yang berperan sebagai tokoh perlambang kekeringan dalam teatrikal tersebut, pesan yang dibawa dalam teatrikal tersebut yakni mengungkapkan himbauan agar menjaga lingkungan tidak hanya dilakukan waktu Hari Bumi saja. ”Jangan cuma ingat saat Hari Bumi saja, tapi juga untuk dipraktekkan seterusnya”, ungkapnya singkat.

Setelah sampai di depan double W, rombongan ini disambut oleh rombongan lain yang menggelar aksi serupa. Selain mahasiswa yang tergabung dalam aliansi ini, ternyata aksi serupa juga digelar oleh organisasi non mahasiswa Gerimis. Selain melakukan long march dari pertigaan Jalan Karimata, Jalan Jawa, dan Kalimantan, Gerimis juga menggelar teatrikal yang bertajuk perusakan bumi oleh bahan-bahan kimia. Tokoh perlambangnya, digambarkan dengan seorang yang memakai baju dari bekas plastik sabun cuci.

Aksi semakin semarak. Setelah dari pihak Gerimis melakukan teatrikal, disusul oleh teatrikal dari Aliansi Mahasiswa Peduli Lingkungan. Kemudian setelah teatrikel selesai, parade angklung yang diiringi pembacaan esai oleh UKM Reog Unej, Sardulo Anorogo pun ditampilkan. Sebelum acara berakhir dengan foto bersama, doa untuk bumi pun dipanjatkan khusyuk.

Mengenai persiapan yang dilakukan hingga terbentuknya acara ini, menurut Samsul tidak mengalami kendala yang berarti. Namun yang kurang, hanya tidak bisa terlibatnya semua elemen mahasiswa. ”Tapi bila melihat prosesnya, teman-teman banyak yang senang dan lancar wae”, tambahnya. Secara umum ia mengungkapkan kepuasannya terhadap aksi yang berlangsung dari pukul 14.00 hingga 17.00 WIB ini.

Pada dasarnya aksi semacam ini memang perlu digelar untuk mengingatkan kita semua, bahwa bumi ini berhak dicintai dan dijaga kelestariannya. Selain itu, aksi semacam ini dapat pula menjadi refleksi kita semua, agar mencoba mengoreksi diri berapa banyak hal yang kita lakukan selama ini, yang nyata-nyata telah membuat bumi kian sakit. Benar apa yang diungkapkan Sari di atas, segala usaha dan bentuk pelestarain alam ini ”yang penting dipraktekkan”. Ada usaha dari kita untuk menjaga lingkungan sekitar kita. Mungkin dari hal kecil membuang sampah di tempat sampah saja, tapi bila dilakukan setiap saat, selama bertahun-tahun, tentu hasilnya juga akan meringankan beban bumi yang kini telah semakin berat oleh berbagai macam pencemaran. Ingat, tak hanya kita yang berhak menikmati bumi, tapi juga generasi setelah kita kelak juga berhak bernafas dalam udara yang bersih. []

baca lanjutan..

15 April 2009

Unej Tetap Nonaktifkan Mahasiswa Telat Bayar Penundaan SPP

MAHASISWA yang terlambat membayar penundaan SPP dinyatakan tetap nonaktif status kemahasiswaannya dan tidak diperkenankan mengikuti kegiatan akademik (perkuliahan, ujian dan pratikum). Pernyataan tegas itu disampaikan Kepala Biro I Universitas Jember (Unej) Bambang Winarno ketika ditemui di ruang kerjanya Rabu (08/04) lalu.

Ketentuan ini sesuai dengan surat pemberitahuan yang disampaikan oleh Pembantu Rektor I Unej Agus Subekti tertanggal 30 Maret 2009. Namun dari data terbaru, ada perubahan jumlah mahasiswa yang dinonaktifkan. Jika sebelumnya dalam surat pemberitahuan yang ditujukan pada tiap pimpinan fakultas di Unej itu, ada 150 mahasiswa yang belum membayar penundaan SPP. Sampai batas akhir pembayaran tanggal 30 Maret ternyata ada 137 mahasiswa yang belum bayar penundaan SPP. Tiga belas mahasiswa telah membayar dalam jangka waktu perpanjangan yang diberikan. Selebihnya 137 mahasiswa yang tetap belum membayar dengan otomatis dinyatakan nonaktif.

Di semester-semester sebelumnya mahasiswa yang terlambat membayar memang tidak diberi sanksi apapun, walau melebihi batas waktu yang ditetapkan. Hingga UTS pun mahasiswa masih bisa membayar penundaan SPP dan mereka tetap bisa mengikuti ujian. Bambang Winarno menyatakan, ketegasan yang dilakukan oleh universitas merupakan upaya penerapan aturan yang telah ada. ”Peraturan bisa diubah, dulu masih ditolerir. Namun mulai semester ini, tidak ada toleransi lagi,” kata Bambang.

Keputusan ini, ditambahkan oleh Bambang, merupakan keputusan bersama antara pihak pimpinan universitas dan pimpinan di fakultas. Yang menjadi alasan penerapan aturan ini, setelah pihak universitas ditegur oleh Irjen yang melakukan monitoring. Saat itu ada temuan dari Irjen mengenai ketimpangan antara jumlah mahasiswa dengan total penerimaan universitas dari pembayaran SPP. ”Mahasiswa kok diperbolehkan mengikuti kegiatan akademik padahal belum membayar SPP,” kata Bambang menirukan pernyataan Irjen menanggapi temuan mahasiswa yang belum bayar SPP tapi diperkenankan kuliah.

Penundaan SPP selama ini dimanfaatkan oleh mahasiswa yang kurang mampu untuk membayar SPP dengan batas waktu yang diberikan. Menanggapi ini, Bambang menyangkal pernyataan yang menyebutkan bahwa, hanya mahasiswa yang kurang mampu saja yang melakukan penundaan SPP. Karena tidak ada aturan khusus yang mengatur penundaan SPP itu hanya bagi mahasiswa yang kurang mampu.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh mahasiswa yang akan melakukan penundaan pembayaran SPP hanya pernyataan tidak sanggup membayar SPP hingga batas waktu yang ditetapkan. Sebagai toleransi diberikan batas waktu khusus bagi mereka. ”Namun hingga batas waktu yang diberikan, banyak mahasiswa yang belum bayar. Padahal mereka sudah membuat surat pernyataan kesediaan sanggup membayar pada tanggal yang disepakati,” katanya.

Sosialisasi Setengah Hati

Upaya penerapan aturan yang dilakukan pihak universitas ternyata tidak diimbangi dengan sosialisasi yang memadai. Hal ini dilihat dari surat pemberitahuan tertanggal 30 Maret, walaupun diterima di fakultas pada hari itu juga, namun untuk sosialisasi sudah tidak memungkinkan. Mahasiswa tidak mengetahui batas akhir perpanjangan pembayaran penundaan SPP yang jatuh tempo pada tanggal itu. Hal ini yang menyebabkan mahasiswa tetap tidak membayar, walaupun ada sanksi berat yang mengancam mereka. Yakni, penonaktifan status kemahasiswaan mereka, serta pewajiban membayar SPP rangkap untuk dua semester.

Mahasiswa menganggap aturan penonaktifan itu tetap tidak akan dilakukan oleh universitas, seperti semester-semester sebelumnya. Moch. Hasan, Pembantu Dekan I Fakultas Mipa menceritakan, karena kebiasaan yang tidak ada sanksi. Ada mahasiswanya yang memilih meminjamkan uang pembayaran SPPnya pada temannya yang sedang butuh dan memilih tidak membayar penundaan SPP. Padahal ketika itu batas akhir pembayaran penundaan SPP sudah hampir habis.

Bambang Winarno mengatakan jika sosialisasi telah sampai pada mahasiswa. Menurutnya, hal ini dibuktikan dengan ada mahasiswa yang membayar pada jangka waktu perpanjangan yang diberikan selama 10 hari itu.

Dari ketiga belas nama itu, Tim Pretel baru bisa menemui salah seorang dari mahasiswa yang membayar penundaan SPP pada masa perpanjangan waktu yang diberikan. Heri Kristanto mahasiswa Jurusan IESP FE merupakan mahasiswa yang membayar penundaan SPP pada Senin (23/03). Menurut penjelasannya, ketika membayar SPP pada saat itu dia tidak tahu mengenai ketentuan baru dari universitas. Sebenarnya dia telah mengurus pembayaran sejak 20 Maret. Namun ketika itu hari Jumat, jadi ketika hendak mengurus administrasi di rektorat setelah Sholat Jumat petugasnya tidak ada ditempat. Pembayaran akhirnya dilakukan pada 23 Maret.

Tambahnya, ketika dia membayar petugas yang melayaninya juga tidak memberi informasi terkait penegakan kebijakan dan perpanjangan batas waktu pembayaran, serta sanksi yang diterima mahasiswa jika membayar melebihi tenggat yang ditetapkan. ”Jika ketika itu saya diberi tahu, maka akan saya informasikan pada mahasiswa lain. Karena bagaimanapun juga mereka teman-teman saya,” kata Heri berandai-andai.

Selain Heri, pernyataan sekitar 30-an mahasiswa yang hadir dalam forum komunikasi mahasiswa pada Minggu (5/04) di Gedung POMA FE mengatakan pendapat serupa. Yakni tidak mengetahui adanya penerapan kebijakan yang telah ada dengan disertai sanksi pula itu. Bahkan sebagian mereka, tahu dirinya dinyatakan nonaktif status kemahasiswaannya bukan dari pejabat berwenang di fakultas atau rektorat, malahan dari teman-teman mereka. [LIla Larasati, Edho Cahya K]

baca lanjutan..

06 April 2009

150 Mahasiswa Unej Dinonaktifkan Karena Telat Bayar Penundaan SPP

SISTEM pembayaran SPP di Universitas Jember (Unej) memiliki mekanisme tersendiri. Biasanya untuk pembayaran SPP memberi waktu sekitar dua minggu untuk pelunasan. Bagi mahasiswa yang pada waktu tersebut tidak dapat memenuhi tanggung jawabnya, pihak Unej memberikan tenggang waktu khusus. Penundaan pembayaran SPP selama ini dimanfaatkan oleh mahasiswa, yang hingga batas akhir pembayaran belum mampu melaksanakan kewajiban membayar SPP. Batasan waktu khusus diberikan oleh Unej bagi mahasiswa yang melakukan penundaan pembayaran SPP, dengan terlebih dahulu melengkapi persyaratan.

Setelah berbagai persyaratan telah terpenuhi oleh mahasiswa, barulah mereka bisa memerogram mata kuliah untuk semester berikutnya. Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah membuat pernyataan kesediaan membayar SPP sesuai dengan kesanggupan, namun tidak boleh melebihi batas waktu penundaan. Meski telah ada aturan yang ditetapkan oleh Akademik Unej terkait batas akhir pembayaran penundaan, namun banyak mahasiswa yang tidak mengindahkan aturan ini. Banyak mahasiswa yang masih terlambat melunasi kewajibannya. Seperti semester-semester sebelumnya, di semester ini masih ada mahasiswa yang melanggar perjanjian untuk membayar sesuai dengan pernyataan kesediaan yang telah dibuat. Bahkan hingga batas waktu akhir pembayaran SPP Unej penundaan.

Di semester ini, Unej membuat kebijakan tegas bagi mahasiswa yang melanggar kesepakatan. Jika di semester-semester lalu pihak akademik masih menerima pembayaran SPP, namun di semester ini sudah tidak bisa. Batas akhirnya pembayaranya pada 20 Maret dengan perpanjangan hingga 30 Maret. Ketegasan ini disertai sanksi yang mengikat, yakni penonaktifan mahasiswa yang terlambat membayar penundaan SPP, kemudian pewajiban untuk membayar SPP rangkap selama dua semester.

Kebijakan ini disampaikan universitas melalui surat no 2921/H.25/PP.8/2009 tertanggal 30 Maret 2009 dan ditandatangani Pembantu Rektor I Unej Agus Subekti. Dari surat ini terdaftar ada 150 mahasiswa dari berbagai fakultas yang belum melunasi penundaan SPP. Fakultas Ekonomi (FE) Unej tercatat menjadi fakultas dengan jumlah mahasiswa terbanyak yang belum melunasi pembayaran penundaan SPP, yakni ada 58 mahasiswa, 51 mahasiswa strata satu dan 7 mahasiswa diploma tiga.

Kebijakan tak tegas universitas selama ini menyebabkan mahasiswa untuk tak membayar tepat waktu. Di semester-semester sebelumnya, mahasiswa yang bayar melebihi tenggat tetap dilayani pembayaran SPP-nya tanpa ada sanksi apapun. Disini Pihak Unej tak melaksanakan sistem pengendalian yang ketat, sehingga mahasiswa selalu menunda-nunda bayar penundaan SPP. Wilih Prastika mahasiswa FE jurusan IESP 05 mengatakan bahwa kebiasaan ini telah dilakukan mahasiswa sejak semester-semester sebelumnya. “Dulu, meski terlambat bayar tidak ada sanksi,” ujarnya. Beberapa mahasiswa lain juga mengatakan pendapat sama, ketika ditanya mengenai kenyataan di semester-semester lalu. “Saya sudah beberapa kali terlambat, tapi baru kali ini mendapat sanksi,” celetuk salah seorang mahasiswa yang hadir dalam forum komunikasi mahasiswa yang dinonaktifkan di Gedung POMA FE (5/4).

Moch. Hasan, Pembantu Dekan I Fakultas MIPA memberi kesaksian mengenai hal ini. Di fakultasnya selama ini memang ada saja mahasiswa yang terlambat membayar, bahkan hingga menjelang UTS. Tapi pembayaran SPP yang mereka lakukan tetap diterima oleh BAAK. ”Mungkin hal ini yang menyebabkan mahasiswa jadi mengentengkan untuk membayar penundaan SPP,” jelasnya.

Dalam surat pemberitahuan itu, yang ditujukan pada seluruh dekan di Unej terdapat kejanggalan. Surat ini memberitahukan pada dekan yang bersangkutan mengenai adanya perpanjangan batas waktu pembayaran penundaan SPP, yakni sampai 30 Maret 2009. Jika hingga batas waktu tersebut, mahasiswa masih belum membayar maka sanksi akan berlaku. Status mahasiswa yang bersangkutan tetap nonaktif dan tidak diperkenankan mengikuti kegiatan akademik (perkuliahan, ujian dan pratikum).

Sayangnya dalam surat pemberitahuan dari universitas itu tercantum tanggal pembuatan 30 Maret 2009. Hal ini kiranya yang menyebabkan mahasiswa tetap tak membayar penundaan SPP sampai hingga batas akhir perpanjangan yang diberikan, walaupun sudah ada sanksi berat yang mengancam mereka. Moch. Hasan mengatakan bahwa dirinya baru mengetahui adanya ketegasan ini saat hari terakhir batas pembayaran penundaan SPP (30 Maret, Red). Sosialisasi langsung disampaikan pada mahasiswa. Setelah sosialisasi dilakukan baru keesokan harinya mahasiswa membayar, namun sudah tidak diterima oleh universitas. ”Mereka tetap menerima sanksi itu,” katanya. Di FE hal serupa yang terjadi. Dekan FE M. Saleh mengatakan baru mendapatkan sosialisasi dari universitas pada 30 Maret. ”Karena batas waktunya sudah hampir habis, jadi kami tidak bisa berbuat banyak,” kata Dekan FE.

Menanggapi ketegasan pihak universitas dalam menjalankan kebijakan ini. Pembantu Dekan I MIPA mengatakan bahwa hal ini baik. Ketidaktegasan selama ini juga tidak mendidik mahasiswa. Mahasiswa cenderung menunda-nunda bayar SPP walau telah habis masa perpanjangan penundaan pembayaran SPP. Namun terkait sosialisasi yang dilakukan pihak universitas, dia menyayangkan kenapa di hari terakhir, jadi sosialisasi ke mahasiswa juga sia-sia.

Mahasiswa FE lainnya, Jamal, mengaku tak mengetahui pemberitahuan terkait batas akhir pembayaran penundaan SPP. Dia baru tahu pada tanggal 5 Maret, setelah dihubungi seorang temannya. ”Yang tak tahu bukan hanya saya, namun banyak mahasiswa lain,” katanya.

Hingga berita ini diterbitkan, keputusan dari Unej masih tetap sesuai dengan surat pemberitahuan itu. Namun ketika Tim Pretel hendak meminta penjelasan dari Pembantu Rektor I dan Kepala Biro bagian akademik Unej pada Senin (6/4), yang bersangkutan masih belum bisa dikonfirmasi kerena ada tugas di luar kota. [Lila Larasati]

baca lanjutan..

03 April 2009

Born to be Demokratic


SETIAP manusia yang tercipta di bumi ini, telah terekam waktu dan tempat di mana dia lahir. Begitu pula dengan sebuah organisasi semacam LPME ECPOSE. 1 April lalu, lembaga yang kerap mengarahkan kegiatannya dalam bidang jurnalistik ini, genap berusia dua puluh tahun.

Bila dilihat secara kuantitatif angka dua puluh bukanlah angka main-main. Dua puluh termasuk angka yang cukup besar ditataran bilangan. Dan cukup banyak bila dalam ukuran umur. Begitu pula secara kualitatif, jika diibaratkan seseorang di usia dua puluh, tentunya kedewasaan dan kematangan telah mulai timbul. Bukan hanya dalam fisik yang ditandai dengan berbagai ciri seksual, tetapi dalam segi pemikiran dan persepsi, seorang berusia dua puluh tahun seharusnya lebih bisa bijak dalam menanggapi segala fenomena di sekitarnya.

Selain itu, berdiri selama dua puluh tahun, tentu banyak sekali pengalaman baik buruk yang telah dilewati. Semua menjadi proses bagi pengarungnya yakni seluruh awak lembaga ini di berbagai angkatan tahun. Dan tentu saja, melahirkan berbagai kisah, gembira maupun sedih. Tetapi di luar itu semua, sebagai sebuah lembaga yang telah berdiri lama, kita patut juga mempertanyakan kontribusi apa saja yang telah diperbuat untuk lingkungan sekitar di mana LPME Ecpose ada. Untuk FE, universitas dan juga masyarakat sekitar kampus. Bila masih ada sisa harapan bolehlah kita berharap yang terbaik agar semua menjadi lebih baik untuk ke depannya. Dan perjuangan tetap harus dilanjutkan, dengan artian peran LPME Ecpose bagi lingkungan sekitar akan menjadi lebih besar dari yang sudah-sudah. Semoga.

Sebagai ungkapan rasa syukur yang mendalam, berbagai kegiatan digelar menyambut datangnya hari bahagia ini. Yang pertama dan merupakan syukuran atas lahirnya lembaga ini, diskusi bertajuk Satu Persepsi, Satu Tujuan, Menentang Komersialisasi Pendidikan pun digelar kemarin. Tepat tanggal 1 April 2009. Meski sempat terkendala derasnya kucuran hujan, diskusi ini tetap dilaksanakan sesuai dengan agenda dan persiapan yang telah dilakukan.

Menanggapi permasalahan seputar mahalnya pendidikan, itulah poin utama diadakanya diskusi ini. Tiga orang pemateri memberi arahan bagaimana komersialisasi pendidikan menurut pandangan masing-masing. Kesempatan pertama diberikan pada Isnadi, seorang budayawan yang tergabung dalam Dewan Kesenian Jember. Menanggapi hal tersebut, ia menekankan pada kesiapan masyarakat sebagai pengonsumsi pendidikan. ”Bila pelepasan pendidikan pada masyarakat apa masyarakat sudah siap?”, ungkapnya. Menurutnya jika sebagian dari biaya pendidikan—dimana 1/3-nya dibebankan pada masyarakat seperti yang tercantum dalam UU BHP—dibebankan pada masyarakat masih belum layak diberlakukan, sebab kondisi masyarakat Indonesia saat ini masih rendah pendidikannya.

Berbeda dengan Anam, ia malah kembali mempertanyakan pada audiens seperti apa komersialisasi pendidikan yang sebenarnya. Sedangkan Andang Subaharianto, Pembantu Rektor III Unej mencoba menilik pendidikan dari sejarahnya sejak zaman kolonial hingga sekarang dengan menganalisa perilaku tipikal orang Indonesia yang lebih suka mengambil posisi tengah-tengah. ”Dulu ketika dunia terbagi dua blok besar Indonesia memutuskan Non Blok, UU BHP barangkali lahir dari paradigma tersebut. Dulu menurut UUD 45’ pendidikan ditanggung oleh negara namun dalam perkembangannya sekarang masyarakat juga dilibatkan”, ujarnya.

Selama berjalannya diskusi pertanyaan pun mengalir dari beberapa peserta. Komersialisasi pendidikan yang diartikan sebagai tidak mampunya seluruh masyarakat dalam mengakses pendidikan karena biayanya kian mahal membuat banyak hal terkuak. Pendidikan telah berubah menjadi suatu bisnis. Karena itulah, logika ekonomi dalam pelaksanaannya terjadi. Mahasiswa yang disodori produknya sama seperti pekerja yang dicekoki pelajaran-pelajaran bersifat mekanis. Dan mirisnya kini hal tersebut disahkan oleh pemerintah dengan adanya UU BHP ini. Itulah kesimpulan dari beberapa pertanyaan peserta.

Menanggapi hal tersebut, PR III menekankan bahwa UU BHP sebaiknya hanya untuk perguruan tinggi saja. Ia mendasarkan UU tersebut sebagai kekuatan kosntitusional yang mengatur besarnya peran masyarakat dalam pembiayaan pendidikan. ”Dalam UU tersebut ada batasan, hanya 1/3 tanggungjawab masyarakat tidak seperti sekarang yang tidak jelas. Kemudian ini juga mendorong persaingan universitas, bila biaya pada universitas tertentu makin mahal sudah tentu masyarakat meninggalkan universitas yang sekarepe dewe itu”, tutur Andang. Lebih jauh Cak Isnadi menambahkan bahwa problem pendidikan sebenarnya terletak pada kurangnya unsur-unsur kebangsaan, ideologi keadilan dan kesejahteraan yang terkandung di dalamnya. ”Masalahnya pemerintah di negara ini tidak punya komitmen yang jelas terhadap pendidikan”, pungkasnya.

Tak beberapa lama adzan mahgrib pun berkumandang. Diskusi ditutup dengan doa dan acara ramah tamah. Topik permasalahan komersialisasi pendidikan yang telah diperbincangkan ini setidaknya akan diketahui dan masuk dalam otak masing-masing peserta. Dan inilah yang masih harus diperjuangkan bersama. Pendidikan murah yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia. Di sinilah letak satu tujuan dan satu persepsi yang ingin LPME Ecpose teriakkan di hari kelahirannya ini. Karena setiap manusia yang dilahirkan, berhak untuk mendapat pendidikan, karena setiap kita lahir dengan keinginan dalam persamaan hak asasi dan demokrasi. [Reny Tri Lestari]

baca lanjutan..