15 April 2009

Unej Tetap Nonaktifkan Mahasiswa Telat Bayar Penundaan SPP

MAHASISWA yang terlambat membayar penundaan SPP dinyatakan tetap nonaktif status kemahasiswaannya dan tidak diperkenankan mengikuti kegiatan akademik (perkuliahan, ujian dan pratikum). Pernyataan tegas itu disampaikan Kepala Biro I Universitas Jember (Unej) Bambang Winarno ketika ditemui di ruang kerjanya Rabu (08/04) lalu.

Ketentuan ini sesuai dengan surat pemberitahuan yang disampaikan oleh Pembantu Rektor I Unej Agus Subekti tertanggal 30 Maret 2009. Namun dari data terbaru, ada perubahan jumlah mahasiswa yang dinonaktifkan. Jika sebelumnya dalam surat pemberitahuan yang ditujukan pada tiap pimpinan fakultas di Unej itu, ada 150 mahasiswa yang belum membayar penundaan SPP. Sampai batas akhir pembayaran tanggal 30 Maret ternyata ada 137 mahasiswa yang belum bayar penundaan SPP. Tiga belas mahasiswa telah membayar dalam jangka waktu perpanjangan yang diberikan. Selebihnya 137 mahasiswa yang tetap belum membayar dengan otomatis dinyatakan nonaktif.

Di semester-semester sebelumnya mahasiswa yang terlambat membayar memang tidak diberi sanksi apapun, walau melebihi batas waktu yang ditetapkan. Hingga UTS pun mahasiswa masih bisa membayar penundaan SPP dan mereka tetap bisa mengikuti ujian. Bambang Winarno menyatakan, ketegasan yang dilakukan oleh universitas merupakan upaya penerapan aturan yang telah ada. ”Peraturan bisa diubah, dulu masih ditolerir. Namun mulai semester ini, tidak ada toleransi lagi,” kata Bambang.

Keputusan ini, ditambahkan oleh Bambang, merupakan keputusan bersama antara pihak pimpinan universitas dan pimpinan di fakultas. Yang menjadi alasan penerapan aturan ini, setelah pihak universitas ditegur oleh Irjen yang melakukan monitoring. Saat itu ada temuan dari Irjen mengenai ketimpangan antara jumlah mahasiswa dengan total penerimaan universitas dari pembayaran SPP. ”Mahasiswa kok diperbolehkan mengikuti kegiatan akademik padahal belum membayar SPP,” kata Bambang menirukan pernyataan Irjen menanggapi temuan mahasiswa yang belum bayar SPP tapi diperkenankan kuliah.

Penundaan SPP selama ini dimanfaatkan oleh mahasiswa yang kurang mampu untuk membayar SPP dengan batas waktu yang diberikan. Menanggapi ini, Bambang menyangkal pernyataan yang menyebutkan bahwa, hanya mahasiswa yang kurang mampu saja yang melakukan penundaan SPP. Karena tidak ada aturan khusus yang mengatur penundaan SPP itu hanya bagi mahasiswa yang kurang mampu.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh mahasiswa yang akan melakukan penundaan pembayaran SPP hanya pernyataan tidak sanggup membayar SPP hingga batas waktu yang ditetapkan. Sebagai toleransi diberikan batas waktu khusus bagi mereka. ”Namun hingga batas waktu yang diberikan, banyak mahasiswa yang belum bayar. Padahal mereka sudah membuat surat pernyataan kesediaan sanggup membayar pada tanggal yang disepakati,” katanya.

Sosialisasi Setengah Hati

Upaya penerapan aturan yang dilakukan pihak universitas ternyata tidak diimbangi dengan sosialisasi yang memadai. Hal ini dilihat dari surat pemberitahuan tertanggal 30 Maret, walaupun diterima di fakultas pada hari itu juga, namun untuk sosialisasi sudah tidak memungkinkan. Mahasiswa tidak mengetahui batas akhir perpanjangan pembayaran penundaan SPP yang jatuh tempo pada tanggal itu. Hal ini yang menyebabkan mahasiswa tetap tidak membayar, walaupun ada sanksi berat yang mengancam mereka. Yakni, penonaktifan status kemahasiswaan mereka, serta pewajiban membayar SPP rangkap untuk dua semester.

Mahasiswa menganggap aturan penonaktifan itu tetap tidak akan dilakukan oleh universitas, seperti semester-semester sebelumnya. Moch. Hasan, Pembantu Dekan I Fakultas Mipa menceritakan, karena kebiasaan yang tidak ada sanksi. Ada mahasiswanya yang memilih meminjamkan uang pembayaran SPPnya pada temannya yang sedang butuh dan memilih tidak membayar penundaan SPP. Padahal ketika itu batas akhir pembayaran penundaan SPP sudah hampir habis.

Bambang Winarno mengatakan jika sosialisasi telah sampai pada mahasiswa. Menurutnya, hal ini dibuktikan dengan ada mahasiswa yang membayar pada jangka waktu perpanjangan yang diberikan selama 10 hari itu.

Dari ketiga belas nama itu, Tim Pretel baru bisa menemui salah seorang dari mahasiswa yang membayar penundaan SPP pada masa perpanjangan waktu yang diberikan. Heri Kristanto mahasiswa Jurusan IESP FE merupakan mahasiswa yang membayar penundaan SPP pada Senin (23/03). Menurut penjelasannya, ketika membayar SPP pada saat itu dia tidak tahu mengenai ketentuan baru dari universitas. Sebenarnya dia telah mengurus pembayaran sejak 20 Maret. Namun ketika itu hari Jumat, jadi ketika hendak mengurus administrasi di rektorat setelah Sholat Jumat petugasnya tidak ada ditempat. Pembayaran akhirnya dilakukan pada 23 Maret.

Tambahnya, ketika dia membayar petugas yang melayaninya juga tidak memberi informasi terkait penegakan kebijakan dan perpanjangan batas waktu pembayaran, serta sanksi yang diterima mahasiswa jika membayar melebihi tenggat yang ditetapkan. ”Jika ketika itu saya diberi tahu, maka akan saya informasikan pada mahasiswa lain. Karena bagaimanapun juga mereka teman-teman saya,” kata Heri berandai-andai.

Selain Heri, pernyataan sekitar 30-an mahasiswa yang hadir dalam forum komunikasi mahasiswa pada Minggu (5/04) di Gedung POMA FE mengatakan pendapat serupa. Yakni tidak mengetahui adanya penerapan kebijakan yang telah ada dengan disertai sanksi pula itu. Bahkan sebagian mereka, tahu dirinya dinyatakan nonaktif status kemahasiswaannya bukan dari pejabat berwenang di fakultas atau rektorat, malahan dari teman-teman mereka. [LIla Larasati, Edho Cahya K]

0 komentar: